Sejak
islam lahir di dalam peradaban manusia sudah mulai terlihat akan kebenarannya. Kedatangan
agama islam yang menjadi rahmat bagi semua mahkluk. Kejayaan islam tersebut
merupakan sebuah modal bagi sebuah peradaban yang tebaik serta nabi manusia
terbaik sepanjang masa. Islam yang lahir di dunia belahan timur namun wilayah
kebuasaannya yang membentang dari timur ke barat. Serta peninggalan besejarah yang mempunyai nilai tinggi. Salah satu
peninggalan yang paling terpenting adalah pemikiran. Tidak bisa dipungkiri lagi
bahwa peradaban islam memberikan sumbangan yang sangat besar bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran dunia. Sejak terjadianya perang
salib bagitu banyak pustaka yang dibakar orang-orang kafir. Air sungai menjadi
hitam kerna abubuku dan kitab-kitab dibakar oleh orang-orang kaum salib. Namun perlu anda ketahui bahwa tidak semua buku
tersebut di bakar akan tetapi banyak kitab-kitab yang mereka bawa dan
terjemahkan dalam bahasa mereka sehingga seolah-olah mereka yang mempunyai
pemikiran tesebut. sekarang ini
nama-nama para pemikir islam tersebut tidak begitu populer bahkan dalam
kalangan umat islam sendiri. Padahal banyak dari mereka yang menjadi rujukan
ilmuan Barat Modern.
1. Ibnu
Sina
Dengan gelar julukan “Syeikhur Rais” Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali
bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun
370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Semenjak masih masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari
keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama
yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya
sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina
tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.
Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada
aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan
meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau
pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah
antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk
merawat dan mengobatinya. Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana
Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian ;
“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku
yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun
belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku
dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya...
Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang
ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika
dengan berbagai cabangnya.Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja
dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir
Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan
kekuasaan antar kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu
Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama
beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa
Hamedan, tak menghalangi beliau untuk
melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.
Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah
memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis
kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang
diberi nama kitab Al-Syifa’. Namun
ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan
risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan
menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang
indah.
Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’
dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa.
Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika,
ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang
paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan
ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah
Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad
menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas
kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit.
Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi,
tab Al-Qanun karya
Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah
kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini
pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan.
Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu
perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya
akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis
yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya
tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini
sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta
karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi
lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan
untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan
melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi
keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan
meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di
kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan
kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan
dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak
tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia
menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari
pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan
pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau
membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai
maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan
‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat,
kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama
adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode
ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua
adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti
yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.Berkat
telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal
Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang
terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah
menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya. Pengaruh pemikiran filsafat
Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak
hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus,
ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280
Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang
filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles
Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles.
Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku
Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema
filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.Ibnu
Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah
menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan
selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar
Iran di zamannya.
2. Abu raihan al-biruni
Sungguh tak diragukan
lagi di pentas sains dan ilmu pengetahuan abad pertengahan. Dunia sains
mengenalnya sebagai salah seorang putra Islam terbaik dalam bidang filsafat,
astronomi, kedokteran, dan fisika. Wawasan pengetahuannya yang demikian luas,
menempatkannya sebagai pakar dan ilmuwan Muslim terbesar awal abad pertengahan.
Ilmuwan itu tak lain adalah Al-Biruni. Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad ibn
Ahmad Al-Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan pada bulan September tahun 973 M,
di daerah Khawarizm, Turkmenistan. Ia lebih dikenal dengan nama Al-Biruni. Nama
“Al-Biruni” sendiri berarti ‘asing’, yang dinisbahkan kepada wilayah tempat
tanah kelahirannya, yakni Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini memang
dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing.
Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al-Biruni tumbuh
dan besar dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan. Tak seperti
kebanyakan ilmuwan Muslim lainnya, masa muda Al-Biruni tak banyak terlacak oleh
sejarah. Meski demikian, dari beberapa literatur diketahui, ilmuwan besar ini
memperoleh pendidikan dasarnya dari beberapa ulama ternama di masanya, antara
lain Syeikh Abdus Shamad bin Abdus Shamad. Di bidang kedokteran, ia belajar pada Abul Wafa’ Al-Buzayani, serta kepada
Abu Nasr Mansur bin Ali bin Iraq untuk ilmu pasti dan astronomi. Tak heran bila
ulama tawadlu dan gemar baca-tulis ini sudah tersohor sebagai seorang ahli di
banyak bidang ilmu sejak usia muda.
Sebagai ilmuwan ulung, Al-Biruni tak
henti-hentinya mengais ilmu, termasuk dalam setiap penjelajahannya ke beberapa
negeri, seperti ke Iran dan India. Jamil Ahmed dalam Seratus Tokoh Muslim
mengungkapkan, penjelajahan paling terkesan tokoh ini adalah ke daerah Jurjan,
dekat Laut Kaspia (Asia Tengah), serta ke wilayah India. Penjelajahan itu
sebenarnya tak disengaja. Alkisah, setelah beberapa lamanya menetap di Jurjan,
Al-Biruni memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun tak
disangkanya, ia menyaksikan tanah kelahirannya itu penuh konflik antaretnis.
Kenyataan ini dimanfaatkan oleh Sultan Mahmoud Al-Gezna, yang melakukan invasi
dan menaklukkan Jurjan.
Keberhasilan penaklukkan ini membawa
Al-Biruni melanglang ke India bersama tim ekspedisi Sultan Mahmoud. Di sini, ia
banyak menelorkan karya tulis, baik berupa buku maupun artikel ilmiah yang
disampaikannya dalam beberapa pertemuan. Selain menghasilkan karya,
penjelajahan bersama sang Sultan ini juga menghasilkan dibukanya kawasan India
bagian timur sebagai basis baru dakwah Islam Al-Biruni.
Dalam rangkaian ‘tur’ nya di India ini,
Al-Biruni memanfaatkan waktu luang bagi penelitian sekitar adat istiadat dan
perilaku masyarakat setempat. Dari penelitiannya inilah, beberapa karya
berbobot lahir (lihat boks). Tak hanya itu, Al-Biruni pula yang pertama
memperkenalkan permainan catur ‘ala’ India ke negeri-negeri Islam, serta
menjelaskan problem-problem trigonometri lanjutan dalam karyanya, Tahqiq
Al-Hind. Dalam kaitan ini, ia berkata, “Saya telah menerjemahkan ke dalam
bahasa Arab dua karya India, yakni Sankhya, yang mengupas tentang asal-usul dan
kualitas benda-benda yang memiliki eksistensi, dan kedua berjudul Patanial
(Yoga Sutra), yang berhubungan dengan pembebasan jiwa.” Kedua buku India ini
juga memuat secara otentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmoud ke India.
Kepiawaian dan kecerdasan Al-Biruni
merangsang dirinya mendalami sekitar ilmu astronomi. Ia misalnya memberikan
perhatian yang besar terhadap kemungkinan gerak bumi mengitari matahari.
Sayangnya, bukunya yang membicarakan soal ini hilang. Namun ia berpendapat, seperti pernah ia
sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina, bahwa gerak eliptis lebih mungkin
daripada gerak melingkar pada planet. Al-Biruni konsisten mempertahankan
pendapatnya tersebut, dan ternyata di kemudian hari terbukti kebenarannya
menurut ilmu astronomi modern.
Sebagai sosok yang gemar membaca dan
menulis, kepakaran Al-Biruni tak hanya di bidang ilmu eksakta. Ia juga mahir
dalam disiplin filsafat. Karena itu, ia dikenal sebagai salah seorang filsuf
Muslim yang amat berpengaruh. Pemikiran filsafat Al-Biruni banyak dipengaruhi
oleh pemikiran filsafat Al-Farabi, Al-Kindi, dan Al-Mas’udi (w. 956 M). Hidup
sezaman dengan filsuf besar dan pakar kedokteran Muslim, Ibnu Sina, Al-Biruni
banyak berdiskusi dengan Ibnu Sina, baik secara langsung maupun melalui surat
menyurat. Keduanya tak jarang terlibat debat sekitar pemikiran filsafat. Ia
misalnya menentang aliran paripatetik yang dianut oleh Ibnu Sina dalam banyak
aspek. Al-Biruni memperlihatkan ketidaktergantungan yang agak besar terhadap
filsafat Aristoteles dan kritis terhadap beberapa hal dalam fisika paripatetik,
seperti dalam masalah gerak dan tempat.
Semua yang dilakukannya itu selalu ia
landaskan pada prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai sarana
untuk menyingkap rahasia alam. Hasil eksperimen dan penelitiannya selalu
bermuara pada pengakuan keberadaan Sang Pencipta (Allah). Ketika seorang
ilmuwan, katanya, akan memutuskan untuk membedakan kebenaran dan kepalsuan, dia
harus menyelidiki dan mempelajari alam.
Kalau pun ia tidak membutuhkan hal ini,
maka ia perlu berpikir tentang hukum alam yang mengatur cara-cara kerja alam
semesta. Ini akan dapat mengarahkannya untuk mengetahui kebenaran dan membuka
jalan baginya untuk mengetahui Wujud yang mengaturnya. Dalam bukunya
Al-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan,
”penglihatan menghubungkan apa yang kita
lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya.
Dari penciptaan alam tersebut kita
menyimpulkan eksistensi Allah.” Prinsip ini dipegang teguh dalam setiap
penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan hasil
penelitiannya. Pandangan Al-Biruni ini berbeda sekali dengan pandangan saintis
Barat modern yang melepaskan sains dari agama. Pandangan mereka tentang alam
berusaha menafikan keberadaan Allah sebagai pencipta.
Keberhasilan Al-Biruni di bidang sains dan
ilmu pengetahuan ini membuat decak kagum kalangan Barat. Max Mayerhof misalnya
mengatakan, “Abu Raihan Muhammad ibn Al-Biruni dijuluki Master, dokter,
astronom, matematikawan, ahli fisika, ahli geografi, dan sejarahwan. Dia mungkin
sosok paling menonjol di seluruh bimasakti para ahli terpelajar sejagat, yang
memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam.” Pengakuan senada juga
dilontarkan sejarahwan asal India, Si JN Sircar. Seperti dikutip Jamal Ahmed,
ia menulis, “Hanya sedikit yang memahami fisika dan matematika. Di antara yang
sedikit itu yang terbesar di Asia adalah Al-Biruni, sekaligus filsuf dan
ilmuwan. Ia unggul sekaligus di kedua bidang tersebut.” Tokoh dan ilmuwan besar
ini akhirnya menghadap Sang Ilahi Rabbi pada 1048 M, dalam usia 75 tahun.
Karya-Karnyanya
Al-Biruni juga dikenal sebagai penulis dan
pemikir yang produktif. Menariknya lagi, sebagian karya-karyanya tersebut
dihasilkan ketika berpetualang ke beberapa negeri. Menurut sumber-sumber
otentik, karya Al-Biruni lebih dari 200 buah, namun hanya sekitar 180 saja yang
diketahui dan terlacak. Beberapa di antara bukunya terbilang sebagai karya
monumental. Seperti buku Al-Atsarul Baqiyah ‘anil Qurunil Khaliyah (Peninggalan
Bangsa-bangsa Kuno) yang ditulisnya pada 998 M ketika ia merantau ke Jurjan,
daerah tenggara Laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, Al-Biruni antara lain
mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta, dan
festival bangsa-bangsa kuno.
Masih dalam lingkup yang sama, Al-Biruni
tak menyia-nyiakan kesempatan beberapa ekspedisi militer ke India bersama
Sultan Mahmoud Gezna. Ia pergunakan lawatannya tersebut dengan melakukan
penelitian seputar adat istiadat, agama, dan kepercayaan masyarakat India.
Selain itu, ia juga belajar filsafat Hindu pada sarjana setempat. Jerih
payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul Tarikhul Al-Hindy (Sejarah
India) tahun 1030 M. Intelektual Iran, Sayyed Hossein Nasr, dalam Science and
Civilization in Islam (1968), menyatakan, buku ini merupakan uraian paling
lengkap dan terbaik mengenai agama Hindu, sains, dan adat istiadat India.
Al-Biruni, dalam karyanya ini antara lain
menulis analisis menarik, bahwa pada awalnya manusia mempunyai keyakinan
monoteisme, penuh kebaikan dan menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tapi, lantaran nafsu murka telah membawa
mereka pada perbedaan agama, filsafat, dan politik, sehingga mereka menyimpang
dari monoteisme ini. Ia juga membahas tentang geografi India. Al-Biruni juga
berpendapat, lembah Sungai Hindus dan India, mulanya terbenam dalam laut, namun
perlahan menjadi penuh endapan yang dibawa air sungai.
Tak hanya menulis buku tentang sosiologi,
Al-Biruni juga banyak menulis tentang ilmu-ilmu eksakta seperti geometri,
aritmatika, astronomi, dan astrologi. Karya di bidang ini misalnya Tafhim li
Awa’il Sina’atut Tanjim. Khusus disiplin ilmu astronomi, ia menulis buku
berjudul Al-Qanun Al-Mas’udi fil Hai’ah wan Nujum (Teori tentang Perbintangan).
Di Barat, buku ini memperoleh penghargaan dan menjadi bacaan standar di
berbagai universitas Barat selama beberapa abad. Ilmuwan Muslim ini juga
dikenal sebagai pengamat pertambangan. Untuk masalah ini, ia menulis buku
Al-Jamahir fi Ma’rifatil Jawahir tahun 1041 M.
3.
JABIR Bin Hayyan
Orang yang sejatinya orang
pertama yang menemukan ilmu eksakta tersebut. Adalah Abu Musa Jabir Ibnu
Hayyan (721-815 H), ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan
disiplin ilmu kimia.Lahir di kota peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak),
ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Hayyan. Sementara
di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber. Ayahnya, seorang
penjual obat, meninggal sebagai 'syuhada' demi penyebaran ajaran Syi'ah. Jabir
kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah, Khalid Ibnu Yazid Ibnu
Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga pernah berguru pada Barmaki
Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Harun Al Rasyid.Ditemukannya
kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai
dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum.
"Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab
memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang kimia," tulis sejarawan
Barat, Philip K Hitti, dalam History of The Arabs. Berkat penemuannya ini pula,
Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah
di Damaskus. Pada masamasa inilah, ia banyak mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan baru di sekitar kimia. Berbekal pengalaman dan pengetahuannya itu,
sempat beberapa kali ia mengadakan penelitian soal kimia. Namun, penyelidikan
secara serius baru ia lakukan setelah umurnya menginjak dewasa.
Dalam penelitiannya itu, Jabir mendasari eksperimennya secara
kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri, menggunakan bahan berasal
dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai kebiasaan yang cukup
konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen. Antara lain dengan
penjelasan : “Saya pertamakali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak
saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin dan saya mencari kesalahan
yang mungkin masih terpendam “.
Dari Damaskus ia kembali ke kota kelahirannya, Kuffah. Setelah 200
tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah dilakukan untuk pembuatan jalan,
laboratoriumnya yang telah punah, ditemukan. Di dalamnya didapati peralatan
kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat.
Teori Jabir
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat instrumen
pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar
sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan,
pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi.
Semua ini telah ia siapkan tekniknya, praktis hampir semua
'technique' kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan langsung yang
memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering. Dialah yang
pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui proses penyulingan.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan
reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu,
pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-metoda yang
lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan
penghabluran.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi
dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah
sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan
terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang
mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia
Barat.
Jabir tetap saja seorang yang tawadlu' dan berkepribadian
mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika lainnya, Jabir
memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan
spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta.
Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa
yang wajar," tulis Robert Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang
dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan logam
dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip dengan proses
pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya sangat dirahasiakan, dan menjadi
monopoli perguruan tinggi, dan oleh para pendeta disamarkan ke dalam formula
mistik biasa, di tangan Jabir bin Hayyan menjadi terbuka dan disebarluaskan
melalui penyelidikan, dan diorganisasikan dengan bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam
sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang
eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di dunia. Inilah sebabnya,
mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai 'Bapak Ilmu Kimia Modern' oleh
sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff, bahkan disebutkan,
jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di daratan Eropa, maka carilah
langsung ke karyakarya Jabir Ibnu Hayyan.
Puaskah Jabir? Tidak! Ia terus mengembangkan keilmuannya sampai
batas tak tertentu. Dalam hal teori keseimbangan misalnya, diakui para ilmuwan
modern sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktik alkemi dari masa
sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji keseimbangan
kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan sistem numerologi
(studi mengenai arti klenik dari sesuatu dan pengaruhnya atas hidup manusia)
yang diterapkannya dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab untuk
memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan yang
bereaksi. Sistem ini niscaya memiliki arti esoterik, karena kemudian telah
menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh
Jabir telah memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah
hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan asam sulferik.
Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia yang merupakan
bahan material berharga untuk beberapa proses industrial. Penguraian beberapa
asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul Sandaqal-Hikmah
(Rongga Dada Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi
hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir
mencakup penguraian metode dan peralatan dari pelbagai pengoperasian kimiawi
dan fisikawi yang diketahui pada zamannya. Di antara bukunya yang terkenal
adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
berjudul SummaPerfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah:
"Air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk
tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan
merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap. Yang benar adalah
bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala yang terjadi
adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian
rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki
memisahkan bagianbagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus,
maka akan tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik
teoretisnya. Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat
dalam keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari
masing-masing unsur."
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai
sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan
metal, nonmetal dan penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga
tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
Air (spirits), yakni yang mempengaruhi
penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan
amonium klorida,
Metal, seperti pada emas, perak, timah,
tembaga, besi, dan
Bahan campuran, yang dapat dikonversi
menjadi semacam bubuk.
Sampai abad pertengahan risalah-risalah Jabir di bidang ilmu kimia
termasuk kitabnya yang masyhur, yakni Kitab Al-Kimya dan Kitab Al
Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al
Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester
pada 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy.
Sementara buku kedua Kitab Al Sab'een, diterjemahkan oleh Gerard
Cremona.
Berikutnya di tahun 1678, ilmuwan Inggris lainnya, Richard Russel,
mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan judul Summa of
Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah yang pertama
kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang
pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di Eropa
selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi pengaruh pada evolusi ilmu
kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab al
Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book
of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of
Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot). "Di
dalamnya kita menemukan pandangan yang sangat mendalam mengenai metode riset
kimia," tulis George Sarton. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu
pengetahuan modern pantas 'berterima kasih' padanya
Refrensi :
1.
12 tokoh pengubah dunia, Haddad,
2009. Jakarta Gema Insani
2.
Seri Tokoh Muslim Mereka Yang
menguki sejarah. Shiddiq Rosyad. Pt. cita Putra Bangsa