Allah Is My GOD, Islam Is My Religion, Muhammad Is My Prophet, Quran Is My Book. Alhamdulillah

Minggu, 03 April 2011

SEMINAR KEUANGAN PERBANKAN





PELUANG DAN TANTANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA





OLEH :

WARDY. T
NIM : 2009010163

SYAWALWATI
NIM : 2005010042







SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
( STIEI ) BANDA ACEH
2011




BAB I
PENDAHULUAN
Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Salah satu persamaan antara Bank Syariah dan bank konvensional adalah kedua-duanya berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan tujuan tersebut, Bank Syariah dituntut untuk berkembang dan menjadi lembaga finansial yang bonafid dan professional. Artinya bahwa Bank Syariah dalam menajemen investasi dan finansial dituntut untuk menggunakan asas
profit oriented sebagaimana bank konvensioanl menjalaninya sehingga dengan asas tersebut  Bank Syariah bisa berkembang, bonafid dan professional bukan sekedar menggunakan jalur emosional keagamaan untuk menjaring nasabahnya. Itulah salah satu persamaan yang bisa dijadikan referensi dan motivasi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan Perbankan Syariah.
Di sisi lain, Bank Syariah juga mempunyai tugas dan kewajiban yang harus diembannya, yaitu menjalankan pertumbuhan ekonomi berdasarkan Syariah, dimana usaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya itu harus didasarkan pada pedoman yang telah ditetapkan oleh Syariah, Mengingat Perbankan system syariah ini masih tergolong muda keberadaannya di Indonesia tentu perlu kerja keras untuk dapat bersaing dengan perbankan system konvensiaonal yang sudah ada lebih dahulu. Tantangan system Berdasarkan masalah di atas, maka disini penulis tertarik untuk menuangkan dalam sebuah makalah yang berjudul peluang dan tantangan perbankan syariah di Indonesia.
II. BAB
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari'ah mempunyai pengertian yang sama.
Menurut Kasmir  (2001) Bank Syariah adalah ”Bank yang yang berdasarkan prinsif syariah merupakan bank yang menerapakan aturan perjanjian berdasarkan hokum Islam  Antara Bank dengan pihak lain  baik dalam hal untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan lainnnya”.   
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.

2.2. Sejarah Perbankan Syariah
            Perkembangan sistem ekonomi Syariah dalam satu dekade terakhir ini di Indonesia terlihat semakin pesat. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik.  Hal itu ditandai dengan berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah seperti Bank Syariah.
    Penomena Bank Syariah di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat yang operasinya diresmikan pada 1 Mei 1992. Bank Muamalat bukan sekedar merupakan Bank Syariah pertama di Indonesia. Lebih dari itu, juga merupakan institusi ekonomi pertama yang menerapkan sistem Syariah di Indonesia.  Wajar apabila BMI menjadi simbol monumental kebangkitan sistem ekonomi Syariah di Indonesia. Kemudian Bank Syariah Mandiri (BSM) yang merupakan hasil konversi sistem operasi perbankan dari konvensional ke sistem Syariah yang pada 19 November 1999 resmi mengikuti Bank Muamalat dalam menerapkan sistem Syariah. Adapun Syariah adalah perbankan Syariah dengan mekanisme Dual Banking System. Artinya, suatu badan usaha perbankan, memiliki dua sistem operasi sekaligus yaitu sistem konvensional dan Syariah. Namun dalam pengelolaan dana, diantara keduanya harus tetap dipisahkan. Kemudian bank-Bank Syariah lainnya bermunculan seperti BNI Syariah, BRI Syariah dan lainnya.
    Melihat proses pembentukan Bank Syariah di Inodensia, dapat dipastikan bahwa ada tiga cara untuk menjadi Bank Syariah, yaitu:
    • Mendirikan Bank Syariah secara langsung dengan full system Syariah seperti halnya Bank Muamalat.
    • Melakukan konversi, dari bank konvensional ke Bank Syariah. Inipun biasanya menggunakan full system syariah, seperti halnya Bank Syariah Mandiri yang pada awalnya adalah bank konvensional.
    • Membuka divisi Syariah, biasanya adalah bank konvensional yang berniat melakukan transaksi Syariah, hal itu dilakukan dengan cara membuka divisi Syariah dengan menggunakan Dual Banking System.
2.3       Prinsip-Prinsip Dasar Bank Syariah
Islam telah menjelaskan prinsip-prinsip dasar ekonomiannya, bahkan banyak sekali istilah-istilah bisnis yang dipakai dalam bahasa Quran dan Hadits seperti kredit (alqard), jual beli (albae), gadai (arrahn) dan lainnya.  Adapun prinsip-prinsip dasar ekonomi Syariat yang selama ini kita kenal melalui Bank Syariah adalah nilai-nilai ethika dan norma ekonomi yang universal dan komprehensif. Keuniversalan itu sengaja diberikan pada umat untuk memberikan kesempatan padanya agar berinovasi (ijtihad) dan berkreasi (jihad) dalam mengatur sistem ekonominya dengan syarat tidak keluar dari kerangka umumnya. Dengan begitu sistem ekonomi Islam akan senantiasa valid dan cocok untuk setiap perubahan waktu dan perbedaan tempat dan mampu memerankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini.  Norma-norma tadi adalah merupakan prinsip-prinsip dasar Bank Syariah,
Dengan mengamati aturan ekonomi yang ada dalam Quran dan Hadits, jelaslah bahwa Islam benar-benar telah mengtur system ekonomi dengan teliti dan jelas melalui nilai-nilainya yang universal, yaitu bahwa setiap transaksi ekonomi (muamalat) harus didasarkan pada asas kejujuran, keadilan, toleransi dan suka sama suka, baik dalam perdagangan, kerjasama (sharing) ataupun semua aspek ekonomi. Indikasinya bisa dilihat dari dibolehkannya sistem barter (materi dan manfaat), baik melalui jual beli, sewa menyewa, penggadaian, kerja sama dan lainnya. Islam juga telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam melakukan transaksi ekonomi (selama tidak melanggar nilai-nilai universal Islam) bahkan menyuruh umatnya untuk terus dinamis dalam menciptakan kemudahan-kemudahan transaksi melalui instrumen-instrumennya agar selalu update dan valid dengan perubahan waktu dan perbedaan tempat. Indikasinya nampak pada tidak ada pengkhususan instrumen tertentu atau pembatasan pada instrumen tertentu. Apa yang telah diterapkan Rasulallah dan para sahabatnya pada jaman itu adalah hanya kecocokan jaman dan pengenalan mereka pada instrumen dan produk tersebut, dimana hanya instrumen/ produk itulah yang dikenal mereka dan dipakai pada saat itu. Artinya tidak ada keharusan bagi generasi-generasi berikutnya untuk melaksanakan instrumen dan produk yang pernah dipakai mereka selama nilai-nilai universalnya tetap dipertahankan. Nilai-nilai tersebut harus tetap dipertahankan dalam setiap waktu dan tempat.
2.3 Peluang Perbankan Syariah
Dari segi ontologi, tujuan pendirian bank-bank Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia adalah mengikuti perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, khususnya memungut riba dalam pinjam-meminjam. Ini berbeda dengan tujuan pendirian bank-bank konvensional, yaitu menyediakan pinjaman dengan menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain, bank konvensional adalah lembaga perantara keuangan. Tujuan lebih lanjut adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis dengan memanfaatkan simpanan masyarakat yang memiliki dana surplus setelah dikurangi konsumsi.
Maka, dari segi aksiologi, bank syariah, yang semula disebut bank Islam, didirikan untuk menerapkan hukum Islam, sedangkan bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara epistemologi, pengelolaan bank konvensional berpedoman pada manajemen perbankan. Akan tetapi, dalam bank syariah, manajemen perbankan harus mengikuti hukum-hukum syariah. Itu sebabnya bank syariah memiliki lembaga pengawasan, disebut Dewan Syariah, dibentuk oleh otoritas keagamaan, Majelis Ulama Indonesia atau di Malaysia, Dewan Ugama
Mengingat motifnya bukan bisnis, pernah ada yang mengatakan, bank syariah akan sulit berkembang, tetapi kenyataan menunjukkan sebaliknya.   
Ada beberapa faktor mengapa perbankan syariah berkembang.
1. Produk bank syariah memiliki keunggulan. Hal ini dapat dilihat misalnya penyimpan maupun peminjam terhindar dari risiko fluktuasi suku bunga sehingga memudahkan perencanaan usaha.
2.  Produk bank syariah cukup variatif yang tidak bisa dilaksanakan di bank konvensional misalnya sistem gadai atau raihan, mudharabah muqayyadah di mana pemilik dana bisa menunjuk peminjam dan di bidang apa bisa dan tidak bisa diinvestasikan, juga ijarah muntahya bi al tamlik atau sewa dengan hak untuk memiliki barang di akhir sewa atau hak untuk membeli barang yang telah disewa.
Namun, bank syariah juga memiliki hambatan.
1.      Tidak mudah bagi bank syariah untuk mengeluarkan produk baru karena pertimbangan subhat atau meragukan hukumnya yang merupakan grey area dalam penilaian Dewan Syariah.
2.      Kedua, jika dana berlebih, hukum syariat melarang bank menyimpannya di SBI. Namun, bisa disimpan di giro wadiah BI yang bagi hasilnya lebih kecil daripada suku bunga SBI.
3.      Ketiga, bank syariah terkena pajak untuk transaksi murabahah karena dianggap sebagai produk perdagangan dan bukan hanya produk bank.
Agar bisa berkembang, bank syariah harus membuktikan keunggulanya berdasarkan manfaat, baik bagi masyarakat umum maupun dunia bisnis. Kini investor non-Muslim banyak yang tertarik untuk berinvestasi di bank syariah. Demikian pula nasabah rasional sudah melebihi 50 persen dari seluruh nasabah, jadi sudah diterima pasar.
Untuk menghadapi tuntutan tadi, Bank Syariah dituntut untuk berinovasi (ijtihad) dan berusaha (jihad) dalam mengembangkan ekonomi Syariah melalui Bank Syariah. Untuk menciptakan instrumen dan produk baru Bank Syariah dan mengembangkannya diperlukan kiat-kiat tertentu, yaitu:
1.                  Meyakini bahwa investasi dan mencari keuntungan adalah kewajiban dan bagian dari ibadah sosial.
2.                  Melakukan penelitian dan kajian tentang bentuk-bentuk investasi yang cocok, unggul dan punya nilai strategis untuk bangsa Indonesia, karena hanya dengan menunggu adanya usulan dan inisiatif dari masyarakat tidak akan bisa memberi kontribusi yang maksimal.
3.                  Mengembangkan dan menggunakan instrumen dan produk Bank Syariah yang ada secara serius dan komprehensif tanpa memfokuskan pada salah satu instrumen tertentu dan meninggalkan yang lainnya. Hal itu akan memberikan peluang yang lebih banyak bagi para nasabah Bank Syariah dan sebagai bukti kemapanan sebuah konsep.
4.                  Menciptakan instrumen dan produk baru yang inovatif, punya nilai ekonomi yang tinggi dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan strategi ” tak kenal maka tak sayang” artinya Bank Syariah perlu menciptakan instrumen dan produk yang dibutuhkan masyarakat.
5.                  Memodifikasi dan memperbaharui instrumen dan produk bank yang lama dengan instrumen dan produk yang sesuai dengan perkembangan waktu, kompetitif dan unggul di pasar investasi global dan local.
2.5  Tantangan  Perbankan Syariah
Dalam usia  yang masih tergolong muda, instrumen dan produk yang terbatas, sumber daya manusia yang kurang dan asset yang masih kecil adalah tantangan Bank Syariah yang harus dikuasai dan ditaklukan, selama ada kemauan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh insyaAllah Bank Syariah akan survive dan unggul. Tantangan tadi disamping sebagai motivasi, juga kendala dan hambatan yang harus dilewati oleh Bank Syariah.
Adapun problematika yang banyak dihadapi Bank-Bank Syariah antara lain adalah:
1.   Terpaku pada pengembangan konsep tanpa memperhatikan dinamika SDMnya, Bank Syariah seolah-olah disibukan oleh jargon “how to Islamize our banking system” dan lupa akan wacana ” how to Islamize the people involved in the banking industry”. Banyak masalah Bank Syariah disebabkan pemahaman dan kesadaran para praktisi Bank Syariah akan prinsip2 ekonomi Islam (Bank Syariah) belum sepenuhnya dimengerti. Sumber Daya Manusia.  Sehebat apapun sebuah konsep (termasuk Bank Syariah) apabila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan qualified, maka konsep tersebut akan menjadi tidak berarti karena SDM yang tidak qualified tidak akan mampu menerjemahkan visi dan misi yang terkandung dalam konsep tadi secara benar, apalagi yang berhubungan dengan halal dan haramnya suatu produk. Oleh karena itu perbankan Syariah dituntut untuk meyiapkan SDM yang benar-benar qualified untuk menjalankan operasional Bank Syariah.
Adapun hal-hal yang perlu dimiliki oleh para praktisi Bank Syariah adalah sebagai berikut:
o              Menguasai kemampuan double, yaitu operasional bank konvesional dan operasional Bank Syariah (terutama haram dan halalnya suatu produk bank). Yang dalam istilah Quran disebut “al-qawy (mampu)”.
o              Mempunyai track record yang baik dan bersih (beriman dan bertakwa). Yang dalam istilah Quran dikenal dengan istilah ” al-amin (jujur)”.
o              Menempatkan SDM sesuai dengan job dan kapasitasnya. Yang dalam istilah Hadits dikenal dengan istilah: ” celakalah orang yang tidak tahu kadar kemampuannnya“.
2.      Instrumen dan produk Bank Syariah Instrumen dan produk bank yang selama ini digunakan Bank Syariah masih terbatas pada bentuk-bentuk klasik yang dimodifikasi atau menjiplak instrumen dan produk bank konvensional padahal Islam tidak pernah membatasi dan menentukan instrumen dan produk tertentu dalam menjalankan ekonominya (Bank Syariah) bahkan menyuruh umatnya untuk selalu berinovasi dan berkreasi. Dari point inilah sebenarnya Bank-Bank Syariah bisa bergerak dan berkembang. Adapun instrumen dan produk ekonomi yang pernah dilaksanakan Rasulallah dan sahabatnya adalah bentuk-bentuk instrumen yang cocok dan dikenal pada saat itu saja dan bukan sebagai instrumen yang harus diimplementasikan untuk setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu, Bank Syariah dituntut untuk melakukan inovasi dalam menciptakan instrumen dan produk Bank Syariah yang mempunyai nilai strategis dan nilai ekonomi yang tinggi dalam bentuk apapun selama tetap ada dalam kerangka nilai-nilai universal ekonomi Syariat.
3.      Membatasi instrumen dan produk bank pada bentuk tertentu sehingga Bank-Bank Syariah kesulitan dalam mengembangkannya, bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. Hal ini menunjukan tidak adanya keberanian dan kemauan yang sungguh-sungguh dari para pelaku Bank Syariah. Dengan memberikan pilihan bentuk investasi kepada para klien adalah jaminan akan kematangan konsep Bank Syariah, dimana setiap klien akan memilih instrumen-instrumen tadi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan peluangnya. Berbeda apabila Bank Syariah hanya menyediakan instrumen investasi dalam bentuk-bentuk tertentu, dimana seorang klien dengan terpaksa hanya mengandalkan instrumen yang tersedia, hal itu bisa berakibat fatal apabila kemampuan klien dan peluangnya tidak bisa dikembangkan pada instrumen yang tersedia pada Bank Syariah. Contohnya: seorang klien mempunyai peluang investasi yang mengandalkan bentuk musyarakah, dan ternyata bentuk investasi yang tersedia di bank hanya dalam bentuk murabahah dan ijarah. Dalam hal ini, memaksakan salah satu dari dua instrumen investasi akan fatal dan berisiko tinggi.
4.            Kurang sosialisasi dan komunikasi. Bank Syariah kini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perkembangan perbankan Syariah yang pesat serta pelajaran yang diberikan oleh krisis keuangan yang terjadi 1997, telah memunculkan harapan pada sebagaian masyarakat bahwa pengembangan ekonomi Syariah merupakan suatu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, juga sebagai pelaksanaan kewajiban Syariat Islam.
Di sisi lain, harapan di atas belum diiringi oleh pemahaman masyarakat yang cukup atas ekonomi Syariah itu sendiri. Kondisi ini akan mempengaruhi eksistensi dan pertumbuhan perbankan Syariah. Oleh karenanya, tindakan antisipatif tentu perlu dilakukan, yaitu sosialisasi dan komunikasi mengenai ekonomi Islam, yang dalam hal ini diwakili lembaga perbankan Syariah perlu untuk lebih  ditingkatkan agar lebih berkembang. Memang kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi Syariah dirasakan masih kurang yang bermuara pada kurang efektifnya kegiatan tersebut. Hal itu disebabkan belum adanya kebersamaan dalam kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi Syariah.
Untuk menjawab hal tersebut perlu dibentuk lembaga Komunikasi Ekonomi Syariah yang alhamdulillah lembaga tersebut sudah terbentuk yaitu Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) yang dibentuk oleh 30 lembaga keuangan Syariah. Memang peran PKES masih kurang dan dituntut untuk lebih serius dalam menjalankan komunikasi dan sosialisasi tentang ekonomi Syariah.

2.6  Langkah-Langkah Membangun Bank Syariah yang Mandiri dan Unggul, dan Peluangnya
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam rangka membangun Bank Syariah yang berdasarkan ajaran Islam, yaitu:
1.                  Meningkatkan sosialisasi mengenai Bank Syariah dan komunikasi antar Bank Syariah dan lembaga-lembaga keuangan Islam. Bahwa ekonomi Islam (Bank Syariah) bukanlah semata-mata menyangkut aspek ibadah ritual saja, tetapi juga menyentuh dimensi-dimensi yang bersifat muamalah (sosial kemasyarakatan). Ekonomi Islam (Bank Syariah)pun bukan semata-mata bersifat eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi juga bermanfaat bagi kalangan umat beragama lainnya. Sebagai contoh, 60 % nasabah Bank Islam di Singapura adalah umat non muslim. Kalangan perbankan di Eropa pun sudah melirik potensi perbankan Syariah. BNP Paribas SA, bank terbesar di Perancis telah membuka layanan Syariahnya, yang diikuti oleh UBS group, sebuah kelompok perbankan terbesar di Eropa yang berbasis di Swiss, telah mendirikan anak perusahaan yang diberi nama Noriba Bank yang juga beroperasi penuh dengan sistem Syariah. Demikian halnya dengan HSBC dan Chase Manhattan Bank yang juga membuka window Syariah. Bahkan kini di Inggris, tengah dikembangkan konsep pembiayaan real estate dengan skema Syariah. Ini semua membuktikan bahwa konsep ekonomi Islam berlaku secara universal.
2.                  Mengembangkan dan menyempurnakan institusi-institusi keuangan Syariah (Bank Syariah) yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas institusi ekonomi Islam (Bank Syariah) yang ada, baik itu perbankan Syariah, asuransi Syariah, lembaga zakat, maupun yang lainnya. Disini, dituntut optimalisasi peran Dewan Syariah Nasional MUI sebagai institusi yang memberikan keputusan/ fatwa apakah transaksi-transaksi ekonomi yang dilakukan oleh Bank Syariah telah sesuai dengan Syariah atau belum? Begitu pula dengan masyarakat luas, dimana dituntut pula untuk secara aktif mengawasi, mengontrol, dan memberikan masukan yang bersifat konstruktif bagi perbaikan dan penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga ekonomi Syariah.
3.                  Berusaha memperbaiki dan mengoreksi berbagai regulasi yang ada secara berkesinambungan. Perangkat perundang-undangan dan peraturan lainnya perlu terus diperbaiki dan disempurnakan. Kita bersyukur telah memiliki beberapa perangkat perundang-undangan yang menjadi landasan pengembangan ekonomi Syariah, seperti UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang membolehkan shariah windows, maupun UU No. 17 tahun 2000, dimana zakat merupakan pengurang pajak. Namun ini belumlah cukup, apalagi mengingat Peraturan Pemerintah yang menjabarkan undang-undang tersebut belumlah ada, sehingga peraturan seperti zakat adalah sebagai pengurang pajak masih belum terealisasikan pada tataran operasional.
Hal itu bisa dilakukan dengan melobi pemerintah agar memberikan peran yang sigifikan bagi Bank Syariah untuk mengoperasikan sistemnya, baik itu dengan membentuk deputi khusus untuk Bank Syariah di BI dan membuat undang-undang khusus yang mendukung pertumbuhan Bank Syariah (seperti tidak adanya pembatasan operasional, penghapusan pajak ganda untuk PPN dan lainnya)
a.             Melakukan kerja sama dengan Bank-Bank Syariah lainnya dan lembaga keuangan Islam, dalam dan luar negeri untuk melakukan koordinasi dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi Syariah.
b.            Meningkatkan pelayanan produk-produk Bank Syariah yang selama ini dianggap lamban dan kaku.
c.             Meningkatkan kualitas SDM yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi Syariah yang memadai.



BAB III
KESIMPULAN
Bank Syariah adalah lembaga finansial yang memiliki misi (risalah) dan methodology yang ekslusif, misi yang bukan sekedar ada pada jumlah nominal investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan tujuannya itu sendiri. Adapun methodologynya adalah kerangka Syariat dan kaidah-kaidahnya yang bersumber dari ethika dan nilai-nilai Syariat Islam yang komprehensif dan universal.  Perbankan syariah yang saat ini sudah perdampingan dengan dengan perbankan system konvensional diharapakan dapat berkembang. Dengan hadirnya perbankan syariah ini diharapakan masyarakat dapat menggunakan jasa perbankan yang salama ini sebagian masyarat belum tersentuh oleh system perbankan konvensional. Peluang perbankan syariah ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin
Mengembangkan peluang serta institusi-institusi keuangan Syariah yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas institusi ekonomi Islam (Bank Syariah) yang ada, baik itu perbankan Syariah, asuransi Syariah, lembaga zakat, maupun yang lainnya. Dalam hal ini, dituntut optimalisasi peran Dewan Syariah Nasional MUI sebagai institusi yang memberikan keputusan/ fatwa apakah transaksi-transaksi ekonomi yang dilakukan oleh Bank Syariah.  Dengan adanya promosi, sosialisaasi kepada masyarakat serta kerja keras dalam semua pihak maka diharapkan perekembangan perbankan syariah kedepan akan lebih berkembang lagi. Oleh kerana itu tantangan yang di hadapi perbankan syariah saat ini haruslah dijadikan sebagai peluang untuk lebih berkembang lagi.



DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii 2001. Bank Syariah, Teori Ke praktek. Jakarta:        Gema Insani. Press

Muhammad, 2004. Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman.  Yogyakarta : Ekonisa.

Kasmir, 2001 Manajemen Perbankan , PT. Granfindo Persada, Jakarta
http://infoukm.wordpress.com diakses 02 April 2011
http://www.bi.go.id/ 02 April 2011

PERBANDINGAN DEPOSITO

TUGAS AKHIR

TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN DEPOSITO PADA PT BPR SABEE MEUSAMPEE 
DENGAN PT BPRS RAHMAH  HIJRAH AGUNG LHOKSEUMAWE


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
 Pendidikan Diploma III Politeknik Negeri Lhokseumawe Jurusan
Tata Niaga Program Studi Keuangan & Perbankan



Oleh

WARDI
04028391



















DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
2007








BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah

 Dalam kehidupan masyarakat lembaga keuangan sekarang  tidak asing lagi, baik itu lembaga keuangan yang berbentuk bank maupun non bank, yang dimana  peranan lembaga keuangan ini sangat besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara.  Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah dalam bentuk menghimpun dan manyalurkan dana kepada masyarakat.  Dalam melaksanakan kegiatan oprasionalnya, sistem yang digunakan bank itu terbagi dua sistem yaitu sistem konvensional dan sistem syariah. Berdirinya bank yang beroperasi berdasarkan Syariat Islam dipelopori oleh (2) dua Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Bandung pada tanggal 15 Juli 1991, dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus tahun 1991.  Kedua Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut adalah BPRS Dana Mardatillah dan BPRS Berkah Amal Sejahtera.
Sedangkan  Bank Umum Syariah (BUS) yang pertama berdiri yaitu  PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 dan memulai operasinya pada tanggal 2 Mei 1992.  Pada awal berdirinya keberadaan bank syariah belum mendapat perhatian yang optimal  dalam tatanan industri perbankan nasional.  Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah hanya dikatagorikan bank sistem bagi hasil.
Upaya mendorong perkembangan bank syariah dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim di Indonesia pada saat ini menantikan suatu sistem perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk memenuhi kebutuhan terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah, atau biasa disebut dengan bagi hasil dan berbagi resiko (kedua belah pihak menanggung resiko bersama).  Sistem ini diyakini oleh para ulama sebagai jalan keluar untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bank konvensional yang menganut sistem bunga.  Dalam sistem syariah ini kedua belah pihak ikut menanggung berbagai kemungkinan (resiko) serta kedua belah pihak juga merasakan keuntungann (profit sharing) yang tidak terdapat dalam sistem perbankan konvensional.
Dengan ditetapkannya perbankan sistem syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan akan semakin tinggi.  Terutama di segmen masyarakat yang selama ini belum dapat disentuh oleh sistem perbankan konvensional.  Secara garis besar kegiatan yang dilakukan bank konvensional dan bank syariah hampir sama yaitu menghimpun dana menyalurkan dana serta jasa perbankan yang lain.  Namun  dalam melaksanakan sistem oprasionalnya bank konvensional dan bank syariah itu berbeda.
PT BPRS Rahmah Hijrah Agung merupakan salah satu bank perkreditan rakyat yang menggunakan sistem syariah milik swasta yang beroperasi di Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya di Lhokseumawe.  Dalam rangka menghimpun dana dari  masyarakat didaerah tersebut, PT BPRS Rahmah Hijrah Agung memiliki fasilitas simpanan salah satunya adalah  deposito atau simpanan berjangka.  Di samping itu juga dalam menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan antara lain, pembiayaan  mudharabah, pembiayaan murabahah.
Salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang menggunakan sistem  konvensional yang beroperasi di daerah Lhokseumawe adalah PT Bank Perkreditan (BPR) Sabee Meusampee.  Dimana kagiatanya dalam menghimpun dana memiliki pasilitas simpanan salah satunya doposito atau simpanan yang mempunyai jangka waktu (jatuh tempo).
Dalam kegiatanya kedua bank tersebut berusaha untuk mencari keuntungan yang tinggi, dimana PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sabee Meusampee adalah salah satu bank Perkreditan dalam menyalurkan produk deposito menggunakan prinsip konvesional sedangkan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung dalam menyalurkan produk deposito  dangan mneggunakan prinsip syariah.
Bedasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk menuangkan dalam bentuk  Tugas Akhir (TA) dengan judul “Perbandingan Deposito Pada PT BPR Sabee Meusampee  Dengan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung  Lhokseumawe”.

1.2  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah  bagaimana “Perbandingan Perkembangan Deposito Pada PT BPR Sabee Meusampee  dengan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung  Lhokseumawe.”





1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan perkembangan deposito pada PT BPR Sabee Meusampee dengan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung  Lhokseumawe.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif, dengan menguraikan data yang diperoleh di lapangan sehingga menggambarkan permasalahan yang dibahas.
Metode pengumpulan data sebagai berikut :
1.      Telaah kepustakaan (library review), yaitu mengumpulkan bahan-bahan secara teoritis yang berhubungan dengan penelitian
2.      Penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan dua cara :
a.       Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang berhubungan dengan deposito pada PT. Sabee Meusampee dan PT  BPRS Rahmah Hijrah Agung  Lhokseumawe.
b.      Interview, yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan kepala bagian deposito maupun dengan karyawan bagian deposito  serta pihak-pihak yang terkait yang berhubungan dengan judul penelitian.

1.5  Sistematika Penelitian
Penelitian tugas akhir ini dibagi beberapa bab dan dalam bab tersebut terbagi dalam beberapa bagian yang sistematika penelitiannya dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB  I                         :  PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah penelitian,      identifikasi masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,  sistematika penelitian, waktu dan tempat penelitian.
BAB    II          : TINJAUAN TEORITIS
   Bab ini akan menguraikan tentang pengertian bank, jenis-jenis bank, bank syariah, landasan syariah, bank perkreditan rakyat, perbedaan bank konvensional dengan bank sistem syariah, usaha pokok bank, ketentuan umum deposito, prosedur pembukaan  dan percairan deposito.
BAB   III          :  PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi tentang gambaran umum PT BPR Sabee Meusampee Mangat dan  PT BPRS Rahmah Hijrah Agung  Lhokseumawe yaitu sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, aktivitas usaha, jenis deposito, perbandingan tingkat perkembangan jumlah nasabah deposito dan perbandingan perkembangan jumlah dana deposito
BAB   IV         :  PENUTUP
   Pada bab ini penulis manegambil kesimpulan atas hasil penelitian  dan memberikan sejumlah saran-saran yang menyangkut dengan judul penelitian sebagai masukan bagi PT BPR Sabee Meusampee dan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung  Lhokseumawe.
1.6  Waktu dan tempat penelitian
 Adapun tempat penelitian adalah  PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sabee Meusampee  yang  berada di Jalan Merdeka Lhokseumawe.  Dan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung  Jalan Merdeka Lhokseumawe.  Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan sejak Februari sampai dengan Juni 2007.


















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Bank
Peranan bank sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat sebagai suatu lembaga perantara antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.  Menurut Verryn dalam Hasibuan (2004:02), “Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain.  Sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam”.
Menurut Anjuha dalam Hasibuan (2004:02) “Bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat.  Bank juga berarti saluran untuk menginvertasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat  bunga yang menarik”.  Menurut Hasibuan (2004:02) “Bank adalah lembaga keuangan atau badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan (financial asset) serta bermotifkan profit dan juga social”.
Selanjutnya, menurut kasmir (2004:08), “Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa  bank lainnnya.”
Menurut Undang-Undang No 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu lembaga atau badan yang bergerak dalam bidang keuangan yang di mana kegiatan utamanya adalah menghimpun dana maupun menyalurkan dananya dan perantara dalam lalu lintas pembayaran dengan tujuan untuk mensejahterakan hidup masyarakat.

2.2 Jenis-Jenis Bank
Dalam praktiknya perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan seperti yang telah di atur dalam Undang-Undang.  Jenis-jenis bank ialah sebagi berikut :
1. Dilihat dari segi fungsinya
Dilihat segi fungsinya bank terbagi 2 (dua) yaitu Bank Umum dan BPR. pengertian Bank Umum dan Bank perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 3 dan 4 yaitu :
a.       Bank Umum
Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
b.  Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

2.  Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut.  Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan maka bank dapat dibedakan menjadi :
a.       Bank Milik Pemerintah
b.      Bank Milik Swasta Nasional
c.       Bank Milik Koperasi
d.      Bank Milik Asing
e.       Bank Milik Campuran

3.  Dilihat dari Segi Status
Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dua jenis. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Jenis bank dilihat dari segi status adalah sebagai berikut:
    1. Bank Devisa
    2. Bank non Devisa
4.  Dilihat dari Segi Menentukan Harga
    1. Bank yang berdasarkan Prinsip Konvensional (Barat)
    2. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah (Islam)

2.2.1 Bank Konvesional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia saat  ini menurut kasmir (2004:23) adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional.  Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya, bank yang berprinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu :
1.      Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti  giro, tabungan maupun deposito. Demikin pula dengan harga produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu.  Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.
2.      Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau porsentase tertentu.  Sistem pengenaan biaya ini di kenal dengan istilah fee based.


2.2.2 Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank syariah merupakan bank yang melaksanakan segala aktifitasnya  yang sesuai dengan prinsip syariah atau disebut dengan prinsip bagi hasil dan berbagi resiko yang mana tata caranya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Islam (Al-quran dan Hadist). 
Menurut Undang-Undang  No 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 12 dan 13 tentang perbankan yang berprinsip  syariah Pada ayat 12 ”Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.  Selanjutnya pasal 13
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank syariah adalah bank yang di dalam melakukan kegiatan oprasionalnya  berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diatur dalam ketentuan-ketentuan yang selain dalam Undang-Undang  berlaku juga hukum dalam Islam.
Dalam menentukan harga atau mencari dalam keuntuangan di dalam  bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :
1. Pembiayaan berdasarkan bagi hasil (mudharabah)
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
3. Pembiayaan barang modal bedasarkan sewa murni tampa pilihan (ijarah)
4. Prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah)
5. Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan barang yang disewa
    dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
6. Tabungan berdasarkan bagi hasil (mudharabah)


2.2.2.1 Landasan Syariah

Menurut Antonio (2001:95) landasan syariah ada dua, yaitu :
a. Al-qur’an
Salah satu dalil dalam al-qur’an yang menjadi landasan bank syariah sebagai terjemahan berikut
Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya    itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan hendaklah ia bertawakkal kepada Allah Tuhannya……..(Al-baqarah : 835)
 b. Al-hadist
Salah satu Hadist  yang digunakan sebagai landasan bank syariah seperti di  terjamah berikut :
Dari Suhaib Ar- Rumi r.a., bahwa Rasullullah bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberatan : jual-beli secara tangguh, muqharadah (mudharabah), serta mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. ( H. R Ibnu Majah)


2.3  Perbedaan Bank Konvensional Dengan Bank Syariah
 Bank konvensional dan bank Syariah mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, dimana dalam operasionalnya bank konvensional menggunakan prinsip bunga sedangkan bank syariat prinsip bagi hasil (profit sharing).  Dalam beberapa hal bank konvensional dan bank syariah memiiki persamaan terutama dalam hal teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan. Syarat-sayarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan  yang mendasar diantara keduanya. Perbedaan-perbedaan tersebut menurut Antonio (2001:29) adalah sebagai berikut
a.       Akad dan aspek legalitas
Dalam bank syariah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akan dilakukan berdasarkan hukum Islam.  Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya,harus memenuhi ketentuan akad, seperti pertama rukun yang berisikan penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab-qabul dan kedua syarat yang juga berisikan hal mengenai  barang dan jasa tersebut harus halal, harga barang dan jasa harus jelas, tempat penyerahan (delivery) barang yang ditransaksikan sepenuhnya dalam kepemilikan.
b.      Lembaga penyelesaian sengketa
Berbeda dengan perbankan syariah, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikan sesuai tata cara dan hukum materi Islam.
c.       Struktur organisasi
      Bank syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya dewan pengawas syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya sesuai dengan garis-garis syariah.
d.      Bisnis usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah.karena itu, tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang di haramkan.
e.       Lingkungan kerja dan corporate culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya memiliki sifat amanah dan siddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik.

Selanjutnya Menurut PT BPRS Rahmah Hijrah Agung, Lhokseumawe (2006:01), Adapun perbedaan tersebut dibahas sebagai berikut :
1.      Landasan operasional
Bank syari’ah menggunakan prinsip syari’ah Islam dan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komuditi, bunga dan berbagai bentuknya dilarang serta menggukan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riil. Sedangkan bank konvensional tidak berdasarkan syari’ah, uang sebagai komoditi yang diperdagangkan dan bunga sebagai instrument imbalan terhadap pemilik uang yang ditetapkan dimuka.
2.      Fungsi dan Peran
Bank syari’ah sebagai lembaga perantara, meneger investasi, investor, penyediaan jasa pembayaran, pengelola dana kebajikan (ZIS), dan hubungan dengan nasabah adalah  hubungan kemitraan. Sedangkan bank konvensional hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kreditur dan debitur.
3.   Resiko Usaha
Bank syari’ah dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran, tidak mengenal kemungkinan selisih negative (negative spread) dari system yang digunakan. Sedangkan bank konvensional resiko bank tidak terkait langsung dengan kreditur, dan resiko debitur tidak terkait langsung dengan bank dan kemungkinan terjadi selisih negatif antara pendapatan bunga dengan beban bunga.
4.   Sistem pengawasan
Adanya dewan syari’ah adanya dewan syari’ah untuk memastikan operasional bank tidak menyimpang dari syari’ah islam dan tuntutan moral pengelolaan bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul karimah. Sedangkan bank konvensional tidak ada kesesuaiannya secara syari’ah islam dan aspek moral sering terabaikan karena tidak adanya nilai relegius yang mendasari operasionalnya.

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bank syariah hanya melakukan investasi yang halal saja, misalnya dilarang membuka tempat perjudian, dan perbedaan bank syariah dengan bank konvensional terletak pada akad dan aspek legalitas, lembaga penyelesaian sengketa, struktur organisasi, bisnis usaha yang di biayai serta lingkungan kerja. Selanjutnya dapat kita lihat lebih rinci  dalam bentuk tabel  perbedaan antara sistem bagi hasil dengan sistem konvensional atau bunga yang adalah sebagai berikut : 

2. 4 Bank Perkreditan Rakyat
  Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran, yang dalam pelaksanaan kegiatannya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsp syariah. Bank Perkreditan Rakyat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau dalam bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Adapun tujuan BPR Menurut Robinson (2004:132) “Tujuan BPR adalah untuk memoderenisasi penduduk pedesaan dan untuk membantu membebaskan rakyat kecil dari cengkraman para rentenir”. Pada  mulanya tugas BPR hanya ditujukan kepada masayarakat pedesaan akan tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah didaerah perkotaan.
 Adapun definisi tentang BPRS yang pada prinsipnya masing-masing definisi tersebut mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda. Dalam hal ini, Hasibuan (2001:39) memberikan pengertian “Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah, dengan kata lain Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Islam (Al-Qur’an dan Hadist).

2.4.1Tujuan dan Strategi Usaha BPRS

Dalam melaksanakan kegiatannya bank syariah mempunyai tujuan dan strategi yang menjadi acuan dalam operasionalnya.menurut Sumitro (2002:119) tujuan operasionalisasi BPRS adalah:
2.      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
3.      Menambah lapangan kerja terutama ditingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi
4.      Membina ukhwah islamiah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan perkapita yang memadai.

Untuk mencapai tujuan operasional  BPRS tersebut, diperlukan strategis operasional sebagi berikut :
1.      BPR Islam tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisitasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
2.      BPR Islam memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.
3.      BPR mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat konpetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

Berdasarkan beberapa tujuan strategi BPRS di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan BPRS adalah meningkatkan kesejahteraan dan menampung aspirasi ummat islam yang ingin terbebas dari riba, mengelola bank yang sesuai dengan konsep prinsip syariah Islam serta meningkatkan taraf hidup masyarakat  Islam khususnya golongan menengah ke bawah.

2.5 Kegiatan Pokok Bank
Bank pada dasarnya merupakan perantara antara Surplus Spanding Unit (SSU) dengan Depisit  Spanding Unit (DSU), usaha atau kagiatan pokok sebuah bank menurut Hasibuan (2001:02) didasarkan atas empat pokok yaitu:
1.    Denomination yaitu bank menghimpun dana dari Surplus Spanding Unit (SSU) yang masing-masing nilainya relatif kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan sangat banyak besar. Dengan demikian bank dapat memenuhi permintaan Depisit  Spanding Unit (DSU) yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.
2.    Maturity flexibility yaitu bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya. Seperti rekening giro rekening Koran, deposito berjangka , buku tabungan, sertifikat deposito dan sebagainya. Penarikan simpanan yang dilakukan Surplus Spanding Unit (SSU) juga bervariasi sehingga ada dana yang mengendap. Dana yang mengendap inilah yang akan dipinjam oleh Depisit  Spanding Unit (DSU) dari bank yang bersangkutan.
3.    Liquidity transformation yaitu dana yang disimpan oleh penabung Surplus Spanding Unit (SSU) bersifat likuid. Karena itu, Surplus Spanding Unit (SSU) dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya.
4.    Risk diversification yaitu bank dalam menyalurkan kredit kapada pihak atau debitur dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka ragam macam, sehingga resiko yang dihadapi dengan cara penyebaran kredit akan semakin kecil.

2.5.1 Kegiatan Bank Umum
Bank umum merupakan bank yang paling banyak beroperasi di Indonesia, dibandingkan dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Karena bank umum memiliki beberapa keungulan dalam hal pelayanan jasa ataupun jangkauan wilayah oprasionalnya.  Secara garis besar kegiatan bank umum adalah :
1. Manghimpun  Dana (Funding)
 a. Simpanan Giro (Demand Deposit) yaitu simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, atau bilyet giro.
b. Simpanan Tabungan (Saving Deposit) yaitu simpanan pada bank yang  penarikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh bank.
c.   Simpanan Deposito (Time Deposit) yaitu simpanan yang memiliki jangka  waktu (jatuh tempo).  Penarikannya pun dilakukan menurut jangka waktu tersebut.

2. Menyalurkan Dana (Lending)

Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat.  Kegiaatan ini dilakukan dengan memberi pinjaman kepada masyarakat atau di kenal dengan istilah kredit, secara umum kredit yang ditawarkan meliputi :
  1. kredit investasi
  2. kredit modal kerja
  3. kredit perdagangan
  4. kredit produktif
  5. kredit konsumtif
  6. kredit profesi
3. Memberikan Jasa-Jasa Bank Lainya (Servis)

 Kegiatan bank umum selain menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kemasyarakat dalam bentuk kredit bank juga juga memberikan jasa-jasa lainnya (servis). Meskipun kegiatan ini hanya sebagai kegiatan penunjang, namun kegiatan ini banyak memberi keuntungan bagi pihak bank.  dalam praktiknya jasa-jasa bank yang di tawarkan meliputi :
a.  Kiriman Uang ( Transfer)
b. Kliring (Clearing)
c.  Inkaso (Collektion)
d. Safe Deposit Box
e.  Bank card (kartu kredit)
f.   Bank Notes
g.  Bank Garansi
h.  Bank Draft
i.    Letter of Credit (L/C)
j.   Cek Wisata

2.5.2 Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Dalam praktiknya kegiatan yang dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sama dengan kegiatan yang di lakukan oleh bank umum, namun ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR), adapun kegiatan BPR adalah  sebagai berikut :
1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk
   - Simpanan tabungan
   - Simpanan deposito
 2. Menyalurkan dana dalam bentuk :
   - Kredit investasi
   - Kredit modal kerja
   - Kredit perdagangan
Karena keterbatasan dalam hal kegiatan yang dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR), maka ada bebrapa hal  larangan yang tidak boleh dilakukan bank Perkreditan Rakyat (BPR). Larangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
1 .Menenrima simpanan giro
2 .Mengikuti kliring
3. Melakukan kegiatan valuta asing
4. Melakukan kegiatan perasuransian

2.4  Deposito
Deposito merupakan simpanan yang mengandung unsure jangka waktu (jatuh tempo) tertentu dan dapat ditarik setelah jatuh tempo.  Begitupula dengan suku bunga yang relative lebih tinggi dari jenis simpanan tabungan.  Menurut  Undang-Undang No.10 tahun 1998 pasal 1 ayat 7 “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.”  selanjutnya menurut Kasmir (2004:41) deposito “Merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu (jatuh tempo) penarikannyapun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut namun saat ini sudah ada banyak bank yang memberikan fasilitas deposito yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa deposito merupakan salah satu produk simpanan yang ditawarkan bank kepada nasabah  yang mempunyai jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dan tidak dapat ditarik oleh nesabah sebelum jatuh tempo, serta tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank lebih tinggi di bandingkan dengan tabungan biasa.
2.4.1        jenis- jenis deposito
Menurut PT BPRS Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe, Bagi deposan yang menyimpan dananya dalam bentuk deposito dapat memilih bentuk sesuai dengan kepentingan deposan terdiri dari :
  1. Bilyet Deposito
Bilyet deposito adalah tanda bukti simpanan atas pembawa atau atas unjuk, yang dengan izin Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjual belikan atau dipindah tangankan dengan persetujuan bank yang bersangkutan. Bilyet deposito mempunyai beberapa ketentuan umum sebagai berikut :
1.      Surat deposito mudharabah dikeluarkan atas nama orang atau badan usaha yang mendepositokan.
2.      Bagi hasil deposito dibayarkan pada setiap tanggal atau sesuai dengan tanggal penyetoran pada tiap akhir bulan.
3.      Deposito dicairkan pada saat yang telah disepakati dengan penarikan kembali surat deposito yang bersangkutan.
4.      Deposito tidak dapat diminta kembali sebelum jatuh tempo.
5.      Deposito ini tidak dapat dipindah tangankan sendiri tanpa pemberitahuan pada bank bersangkutan.
  1. Deposito Automatic Roll-Over
Deposito yang telah jatuh tempo, tetapi pinjaman pokok belum diuangkan berarti uang deposan menganggur tanpa bagi hasil. Deposito Automatik Roll-Over tidak demikian halnya uang Deposan secara otomatis diperhitungkan bagi hasilnya, begitu jangka waktunya habis uang deposito akan terus dihitungkan bagi hasil yang tidak pernah menganggur seandainya deposan menarik depositonya yang sudah jatuh tempo.

Selanjutnya menurut Undang-undang No 10 tahun 1998 jenis-jenis deposito adalah :
1.    Deposito berjangka
2.    Sertifikat deposito
3.    Deposito on call
2.52         Prosedur Pembukaan Deposito
 Menurut Hermawan (1996:55), “Bank akan menerima simpanan deposito mempunyai prosedur dalam pembukaan deposito. Prosedur pembukaan deposito yang ditangani suatu bank dapat dapat dilakukan dengan setoran tunai, atau dilakukan dengan menggunakan warkat lainnya”.



2.5.2    Pencairan Deposito
  Apabila penyimpanan deposito telah jatuh tempo maka bank akan membayarkan kembali kepada deposan, menurut Hermawan (1996:79), “Deposito yang telah jatuh tempo dapat ditarik kembali oleh deposannya”. Simpanan deposito hanya dapat dicairkan jika jatuh tempo, karena itu bank dapat menolaknya jika dicairkan sebelum jatuh tempo, kecuali atas dasar alasan tertentu dari deposan sehingga bank membuat suatu kebijakkan tersendiri. kebijakkan tersebut ditentukan oleh direktur bank itu sendiri, berapa besar yang akan dikenakan sanksi. Biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemotongan dari pokok deposito yang akan dicairkan. Menurut Hermawan (1996 : 81) :
“Deposito yang belum jatuh tempo dapat ditarik kembali oleh deposannya dengan satu syarat, yaitu deposan harus bersedia untuk menerima sanksi dari bank.  Dalam menangani pencairan deposito yang diambil sebelum jatuh tempo, nasabah harus menjelaskan alasan-alasan, agar bank bisa mempertimbangkan”.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pencairan deposito dapat dilakukan pada saat jatuh tempo, dan bank akan menolak jika dicairkan sebelum jatuh tempo, kecuali atas dasar alasan tertentu.  Apabila dicairkan sebelum jatuh tempo maka deposan harus bersedia menerima sanksi dari kebijakan pimpinan tersebut.


Entri Populer