Allah Is My GOD, Islam Is My Religion, Muhammad Is My Prophet, Quran Is My Book. Alhamdulillah

Sabtu, 06 Juli 2013

ANTARA CINTAKU KEPADA AYAHKU DAN TUHANKU

ANTARA CINTAKU KEPADA AYAHKU DAN TUHANKU
(kisah abu ubaidah)

Saat madinah dalam detik jihad dan perjuagan yang sebenarnya. Ketika itu sahabat  rasul berada dalam tanaian kelegaan. Sesudah itu nabi dan para sahabat beliau mulai menghadapi perang dingin dan panas yang lebih serius, antara islam dan berhalaisme.
Kaum quresy dari kota mekkah sudab siap-siap datang menyerbu nabi dan pengikutnya ke kota madinah, dengan semua laki-laki baik yang kecil maupun yang besar. Dengan tujuan untuk memukul sebagai pukulan terakhir yang mematikan kepada Muhammad dengan islamnya. Rencana ini mereka yakini benar-benar lengkap kuat dan tangguh menurut pertimbangan mereka.
Maka pecahlah perang Badar yang sangar bersejarah. Tentara Muhammad hanya terdiri dari 313 orang saja. Sedangkan dari pihak lawan tidak kurang dari 2.000 orang, terdiri dari 600 baju besi.100 ekor kuda dan 700 unta.  Atau 1 banding 6, itulah bandingan yang membuat quresy optimis dan menyombongkan diri  untuk menang.
Abu ubaidah adalah merupakan salah satu suri yang sangat membanggakan dalam perang Badar ia merupakan lukisan hidup bagi sebuah bentuk iman yang sangat mendalam, mengalir dari lubuk hati seorang insan yang memenuhinya dengan keberanian, keukuatan dan tenaga yang mengagumkan. Abu ubaidah bagaikan sebuah papan tulis yang mempertontonkan kepada umat manusia, dari aqidah suci yang menempati jiwa. Abu ubaidah merupakan judulnya perang badar.
Abu ubadah adalah satu irama dari pancaran sajian Al-quran yang menawan hati, hingga ia dapat melupakan semua di alam wujud ini. Bahkan melupakan ayah dan ibunya sendiri. Ia hanya ingat kepada Allah semata.

Abdullah bin jarrah, ayah abu ubaidah merupakan salah satu pahlawan yang gagah berani dan seorang penunggang kuda yang terkenal. Dalam badar itu ia mencetuskan niatnya untuk membunuh anaknys pada awal perang. Ia ingin memberi anaknya pelajaran yang pahit, seorang anaknya yang durhaka, yang membangkang ibu bapaknya. Orang yang selama ini mendidik dan mengasuhnya.

Karena sengaja mencarinya, maka ayah dan anak inipun bertemu. Abdullah bin jarrah berusaha untuk membunuhnya. Tapi abu ubadiah ketika melihat ayahnya dan mengetahui maksudnya, iapun menghindari ayahnya. Iapun mengalihkan tikaman pedangnya dan pindah kebagian lain, akhirnya pisahlah kedua anak ayah tersebut.
Akan tetapi niat ayahnya yang keras itu tidak mengendur malah semakin meluap. Usaha untuk mencari putranya tetap ia lakukan dan akhrinya merekapun betemu untuk kedua kalinya, sebagai peluang yang baik. Abdullah bin jarrah mengangkat pedangnya untuk menghamtamkan ke tubuh ubaidah. Mujur ubaidah mengelakkan dengan satu gerakan ringan.  Kemudian iapun mengelak dari serangan ayahnya, ia berusaha ke bagain lain. Hingga merekapun terpisah, sementara perang masih berkecambuk. Suara pekikan manusia menggema arena perperangan tersebut.

         Melihat anaknya menghindar dari untuk yang kedua kalinya membuat Abdullah semakin marah dan bukan main. Sang ayah yang yakin dengan kemahirannya memainkan pedangnya pada kesempatan itu, pasti berhasil memuaskan hatinya. Akan tetapi abu ubaidah berhasil untuk mengelak. Sebagai orang yang ahli dalam pedang tentu merasa tersinggung dengan ulah anaknya tersebut. pikiran ayahnya tertumpah untuk mencari dan berhadapan dengannya sebagai dua musuh, setelah peluang kedua hilang.

         Untuk yang ketiga kalinya, kedua ayah dan anak itupun kembali bertemu dan saling berhadap hadapan satu sama lainnya. Melihat anaknya sudah ada di depan mata siayah mengangkat pedangnya hendak memberikan pukulan yang mematikan, yang akan menyembuhkan luka dendam dalam kalbunya, terhadap anak yang di anggap durhaka itu.
Abu ubaidah melihat dengan jelas ayahnya menghadangnya untuk menghabisi nyawanya. Bagi  ubaidah setelah berkali-kali menghindar dengan ayahnya itu, kiranya jangan sampai terjadi ayahnya tewas dengan pedangnya atau ia tewas degan pedang ayah tersebut. kalau mati juga ia atau ayahnya, biarlah senjata atau pedang oranglain. Tapi kenyataannya kegigihan ayah untuk mencarinya sebagai anak yang hendak dibunuh.  Bagi ubaidah untuk saat itu ia adalah seorang prajurit islam. Maka kesimpulan yang diambilnya bahwa ia sedang dalam jihad melawan kafir yang memerangi  islam. Sedangkan ayahnya sendiri berdiri di pihak kafir sebagi lawan. Apakah ia hanya diam? Adakah ia diam melihat orang menghalanginya untuk menyebarkan dawkah.

       Setelah semua usaha dan daya ubaidah lakukan, berkali-kali ia telah menghindari ayahnya untuk  tidak saling bunuh, agar tidak terjadi perkelahian antara ia dan ayah kandungnya. Akan tetapi ayahnya itu selalu menyudutkannya dan memaksanya untuk berkelahi. Pada pertemuan yang ketiga kalinya, sungguh ubaidah tidak dapat mengelak lagi dan kelihatan ayahnya lebih dulu mengangkat pedang untuk membunuhnya. Abu ubaidah berpikir terus, dann mengambil keputusan bahwa ia akan melawan dan bertekad untuk menjatuhkan ayahnya orang yang kini menjadi lawannya.

        Maka bertemulah dua pedang, pedang ayah dan  putranya. Kedua manusia itu berhadapan dengan maksud tujuan sama, yaitu menewaskan lawan-lawannya. Mereka bertarung dengan sengit, memukul menghindar mereka lakukan. Berlomba-lomba untuk menjatuhkan lawan.
Pada saat itu terbayang dalam benak dan pikiran ubaidah tentang kenangan yang indah. Kenangan semasa kanak-kanak yang manis, pada hari-hari, dimana sang ayah menggendongnya, memangkunya dan menimangnya dalam pangkuannya. Membujuk dan dan merayunya dengan penuh kasih sayang dan mesra...

         Akan tetapi kenangan yang menggoda itu dibuang jauh-jauh oleh ubaidah dari pikirannya. Bahwa kenagan tersebut tidak boleh mengalahkannya. Kenangan tersebut tidak boleh menghalanginya untuk menyebarakan dakwah demi mengangkat dan meninggikan kalimah Allah. Pada suatu kesempatan abu ubaidah cepat menurunkan pedangnya dan langsung menarikanya kebelakang dan dengan secepat kilat menusukkan pedang tersebut dengan sekuat tenaga kea rah ulu hati ayahnya yang penuh benci kepada islam hingga dadanya koyak menembus hati. Darah ayahnya memancur, mengalir membasahi tanah, satu padangan yang sangat mengharukan, yang akan mengukirnya di sejarah sebagai pahlawan yang dilandasi jihad..
Abu ubaidah terlihat diam, siapa yang kuat melihat keadaan bila menagalami seperti yanua ia alami sekarang,  ayahnya tewas dengan pedangnya. Tapi ia tetap tegak dalam dalam dakwah. Detik peristiwa itu adalah deti-detik yang menggetarkan langit dan mencatatnya di dalam lembar peringatan. Segera malaikat jibril turun kebumi, untuk menyampaikan kepada abu ubaidah bahwa ia Allah rehda dan surge menantinya kelak..
Maka turunlah ayat untuk kejadian tersebut.

          “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Al-Mujaadilah [58]: 22)

Abu ubadiah terdiam menyimakkan ayat-ayat kitab suci tersebut. maka tenanglah jiwanya dan lapang dadanya. Bahwa allah telah redha, bahkan telah melukiskan iman di hatinya dan dijanjikannya bantuan dan pertolongan, kemudian menjadikannya sebagai tentara yang akan mendapat kemenangan. (kisah selanjutnya abu ubaidah menaklukkan syam)
Semoga menjadi hikmah bagi kita semua.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Entri Populer