ANTARA CINTAKU KEPADA AYAHKU DAN
TUHANKU
(kisah
abu ubaidah)
Saat
madinah dalam detik jihad dan perjuagan yang sebenarnya. Ketika itu sahabat rasul berada dalam tanaian kelegaan. Sesudah itu
nabi dan para sahabat beliau mulai menghadapi perang dingin dan panas yang
lebih serius, antara islam dan berhalaisme.
Kaum
quresy dari kota mekkah sudab siap-siap datang menyerbu nabi dan pengikutnya
ke kota madinah, dengan semua laki-laki baik yang kecil maupun yang besar. Dengan
tujuan untuk memukul sebagai pukulan terakhir yang mematikan kepada Muhammad dengan
islamnya. Rencana ini mereka yakini benar-benar lengkap kuat dan tangguh
menurut pertimbangan mereka.
Maka
pecahlah perang Badar yang sangar bersejarah. Tentara Muhammad hanya terdiri
dari 313 orang saja. Sedangkan dari pihak lawan tidak kurang dari 2.000 orang,
terdiri dari 600 baju besi.100 ekor kuda dan 700 unta. Atau 1 banding 6, itulah bandingan yang
membuat quresy optimis dan menyombongkan diri
untuk menang.
Abu
ubaidah adalah merupakan salah satu suri yang sangat membanggakan dalam perang Badar
ia merupakan lukisan hidup bagi sebuah bentuk iman yang sangat mendalam,
mengalir dari lubuk hati seorang insan yang memenuhinya dengan keberanian,
keukuatan dan tenaga yang mengagumkan. Abu ubaidah bagaikan sebuah papan tulis
yang mempertontonkan kepada umat manusia, dari aqidah suci yang menempati jiwa.
Abu ubaidah merupakan judulnya perang badar.
Abu
ubadah adalah satu irama dari pancaran sajian Al-quran yang menawan hati,
hingga ia dapat melupakan semua di alam wujud ini. Bahkan melupakan ayah dan
ibunya sendiri. Ia hanya ingat kepada Allah semata.
Abdullah
bin jarrah, ayah abu ubaidah merupakan salah satu pahlawan yang gagah berani
dan seorang penunggang kuda yang terkenal. Dalam badar itu ia mencetuskan
niatnya untuk membunuh anaknys pada awal perang. Ia ingin memberi anaknya
pelajaran yang pahit, seorang anaknya yang durhaka, yang membangkang ibu bapaknya.
Orang yang selama ini mendidik dan mengasuhnya.
Karena
sengaja mencarinya, maka ayah dan anak inipun bertemu. Abdullah bin jarrah
berusaha untuk membunuhnya. Tapi abu ubadiah ketika melihat ayahnya dan
mengetahui maksudnya, iapun menghindari ayahnya. Iapun mengalihkan tikaman
pedangnya dan pindah kebagian lain, akhirnya pisahlah kedua anak ayah tersebut.
Akan
tetapi niat ayahnya yang keras itu tidak mengendur malah semakin meluap. Usaha
untuk mencari putranya tetap ia lakukan dan akhrinya merekapun betemu untuk
kedua kalinya, sebagai peluang yang baik. Abdullah bin jarrah mengangkat
pedangnya untuk menghamtamkan ke tubuh ubaidah. Mujur ubaidah mengelakkan
dengan satu gerakan ringan. Kemudian iapun
mengelak dari serangan ayahnya, ia berusaha ke bagain lain. Hingga merekapun
terpisah, sementara perang masih berkecambuk. Suara pekikan manusia menggema
arena perperangan tersebut.
Melihat
anaknya menghindar dari untuk yang kedua kalinya membuat Abdullah semakin marah
dan bukan main. Sang ayah yang yakin dengan kemahirannya memainkan pedangnya
pada kesempatan itu, pasti berhasil memuaskan hatinya. Akan tetapi abu ubaidah
berhasil untuk mengelak. Sebagai orang yang ahli dalam pedang tentu merasa
tersinggung dengan ulah anaknya tersebut. pikiran ayahnya tertumpah untuk
mencari dan berhadapan dengannya sebagai dua musuh, setelah peluang kedua
hilang.
Untuk yang ketiga kalinya, kedua ayah dan anak
itupun kembali bertemu dan saling berhadap hadapan satu sama lainnya. Melihat anaknya
sudah ada di depan mata siayah mengangkat pedangnya hendak memberikan pukulan
yang mematikan, yang akan menyembuhkan luka dendam dalam kalbunya, terhadap
anak yang di anggap durhaka itu.
Abu
ubaidah melihat dengan jelas ayahnya menghadangnya untuk menghabisi nyawanya. Bagi
ubaidah setelah berkali-kali menghindar
dengan ayahnya itu, kiranya jangan sampai terjadi ayahnya tewas dengan
pedangnya atau ia tewas degan pedang ayah tersebut. kalau mati juga ia atau
ayahnya, biarlah senjata atau pedang oranglain. Tapi kenyataannya kegigihan
ayah untuk mencarinya sebagai anak yang hendak dibunuh. Bagi ubaidah untuk saat itu ia adalah seorang
prajurit islam. Maka kesimpulan yang diambilnya bahwa ia sedang dalam jihad
melawan kafir yang memerangi islam. Sedangkan
ayahnya sendiri berdiri di pihak kafir sebagi lawan. Apakah ia hanya diam? Adakah
ia diam melihat orang menghalanginya untuk menyebarkan dawkah.
Setelah
semua usaha dan daya ubaidah lakukan, berkali-kali ia telah menghindari ayahnya
untuk tidak saling bunuh, agar tidak
terjadi perkelahian antara ia dan ayah kandungnya. Akan tetapi ayahnya itu
selalu menyudutkannya dan memaksanya untuk berkelahi. Pada pertemuan yang
ketiga kalinya, sungguh ubaidah tidak dapat mengelak lagi dan kelihatan ayahnya
lebih dulu mengangkat pedang untuk membunuhnya. Abu ubaidah berpikir terus, dann
mengambil keputusan bahwa ia akan melawan dan bertekad untuk menjatuhkan ayahnya
orang yang kini menjadi lawannya.
Maka
bertemulah dua pedang, pedang ayah dan
putranya. Kedua manusia itu berhadapan dengan maksud tujuan sama, yaitu
menewaskan lawan-lawannya. Mereka bertarung dengan sengit, memukul menghindar
mereka lakukan. Berlomba-lomba untuk menjatuhkan lawan.
Pada
saat itu terbayang dalam benak dan pikiran ubaidah tentang kenangan yang indah.
Kenangan semasa kanak-kanak yang manis, pada hari-hari, dimana sang ayah
menggendongnya, memangkunya dan menimangnya dalam pangkuannya. Membujuk dan dan
merayunya dengan penuh kasih sayang dan mesra...
Akan
tetapi kenangan yang menggoda itu dibuang jauh-jauh oleh ubaidah dari
pikirannya. Bahwa kenagan tersebut tidak boleh mengalahkannya. Kenangan tersebut
tidak boleh menghalanginya untuk menyebarakan dakwah demi mengangkat dan
meninggikan kalimah Allah. Pada suatu kesempatan abu ubaidah cepat menurunkan
pedangnya dan langsung menarikanya kebelakang dan dengan secepat kilat
menusukkan pedang tersebut dengan sekuat tenaga kea rah ulu hati ayahnya yang
penuh benci kepada islam hingga dadanya koyak menembus hati. Darah ayahnya
memancur, mengalir membasahi tanah, satu padangan yang sangat mengharukan, yang
akan mengukirnya di sejarah sebagai pahlawan yang dilandasi jihad..
Abu
ubaidah terlihat diam, siapa yang kuat melihat keadaan bila menagalami seperti
yanua ia alami sekarang, ayahnya tewas
dengan pedangnya. Tapi ia tetap tegak dalam dalam dakwah. Detik peristiwa itu
adalah deti-detik yang menggetarkan langit dan mencatatnya di dalam lembar peringatan.
Segera malaikat jibril turun kebumi, untuk menyampaikan kepada abu ubaidah
bahwa ia Allah rehda dan surge menantinya kelak..
Maka turunlah ayat untuk
kejadian tersebut.
“Kamu tak akan mendapati kaum
yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka
itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Al-Mujaadilah
[58]: 22)
Abu
ubadiah terdiam menyimakkan ayat-ayat kitab suci tersebut. maka tenanglah
jiwanya dan lapang dadanya. Bahwa allah telah redha, bahkan telah melukiskan
iman di hatinya dan dijanjikannya bantuan dan pertolongan, kemudian
menjadikannya sebagai tentara yang akan mendapat kemenangan. (kisah selanjutnya
abu ubaidah menaklukkan syam)
Semoga menjadi hikmah
bagi kita semua.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar