PELUANG DAN TANTANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
OLEH :
WARDY. T
NIM : 2009010163
SYAWALWATI
NIM : 2005010042
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
( STIEI ) BANDA ACEH
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Salah satu persamaan antara Bank Syariah dan bank konvensional adalah kedua-duanya berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan tujuan tersebut, Bank Syariah dituntut untuk berkembang dan menjadi lembaga finansial yang bonafid dan professional. Artinya bahwa Bank Syariah dalam menajemen investasi dan finansial dituntut untuk menggunakan asas
profit oriented sebagaimana bank konvensioanl menjalaninya sehingga dengan asas tersebut Bank Syariah bisa berkembang, bonafid dan professional bukan sekedar menggunakan jalur emosional keagamaan untuk menjaring nasabahnya. Itulah salah satu persamaan yang bisa dijadikan referensi dan motivasi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan Perbankan Syariah.
profit oriented sebagaimana bank konvensioanl menjalaninya sehingga dengan asas tersebut Bank Syariah bisa berkembang, bonafid dan professional bukan sekedar menggunakan jalur emosional keagamaan untuk menjaring nasabahnya. Itulah salah satu persamaan yang bisa dijadikan referensi dan motivasi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan Perbankan Syariah.
Di sisi lain, Bank Syariah juga mempunyai tugas dan kewajiban yang harus diembannya, yaitu menjalankan pertumbuhan ekonomi berdasarkan Syariah, dimana usaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya itu harus didasarkan pada pedoman yang telah ditetapkan oleh Syariah, Mengingat Perbankan system syariah ini masih tergolong muda keberadaannya di Indonesia tentu perlu kerja keras untuk dapat bersaing dengan perbankan system konvensiaonal yang sudah ada lebih dahulu. Tantangan system Berdasarkan masalah di atas, maka disini penulis tertarik untuk menuangkan dalam sebuah makalah yang berjudul peluang dan tantangan perbankan syariah di Indonesia.
II. BAB
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari'ah mempunyai pengertian yang sama.
Menurut Kasmir (2001) Bank Syariah adalah ”Bank yang yang berdasarkan prinsif syariah merupakan bank yang menerapakan aturan perjanjian berdasarkan hokum Islam Antara Bank dengan pihak lain baik dalam hal untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan lainnnya”.
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.
2.2. Sejarah Perbankan Syariah
Perkembangan sistem ekonomi Syariah dalam satu dekade terakhir ini di Indonesia terlihat semakin pesat. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik. Hal itu ditandai dengan berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah seperti Bank Syariah.
Penomena Bank Syariah di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat yang operasinya diresmikan pada 1 Mei 1992. Bank Muamalat bukan sekedar merupakan Bank Syariah pertama di Indonesia. Lebih dari itu, juga merupakan institusi ekonomi pertama yang menerapkan sistem Syariah di Indonesia. Wajar apabila BMI menjadi simbol monumental kebangkitan sistem ekonomi Syariah di Indonesia. Kemudian Bank Syariah Mandiri (BSM) yang merupakan hasil konversi sistem operasi perbankan dari konvensional ke sistem Syariah yang pada 19 November 1999 resmi mengikuti Bank Muamalat dalam menerapkan sistem Syariah. Adapun Syariah adalah perbankan Syariah dengan mekanisme Dual Banking System. Artinya, suatu badan usaha perbankan, memiliki dua sistem operasi sekaligus yaitu sistem konvensional dan Syariah. Namun dalam pengelolaan dana, diantara keduanya harus tetap dipisahkan. Kemudian bank-Bank Syariah lainnya bermunculan seperti BNI Syariah, BRI Syariah dan lainnya.
Melihat proses pembentukan Bank Syariah di Inodensia, dapat dipastikan bahwa ada tiga cara untuk menjadi Bank Syariah, yaitu:
- Mendirikan Bank Syariah secara langsung dengan full system Syariah seperti halnya Bank Muamalat.
- Melakukan konversi, dari bank konvensional ke Bank Syariah. Inipun biasanya menggunakan full system syariah, seperti halnya Bank Syariah Mandiri yang pada awalnya adalah bank konvensional.
- Membuka divisi Syariah, biasanya adalah bank konvensional yang berniat melakukan transaksi Syariah, hal itu dilakukan dengan cara membuka divisi Syariah dengan menggunakan Dual Banking System.
2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Bank Syariah
Islam telah menjelaskan prinsip-prinsip dasar ekonomiannya, bahkan banyak sekali istilah-istilah bisnis yang dipakai dalam bahasa Quran dan Hadits seperti kredit (alqard), jual beli (albae), gadai (arrahn) dan lainnya. Adapun prinsip-prinsip dasar ekonomi Syariat yang selama ini kita kenal melalui Bank Syariah adalah nilai-nilai ethika dan norma ekonomi yang universal dan komprehensif. Keuniversalan itu sengaja diberikan pada umat untuk memberikan kesempatan padanya agar berinovasi (ijtihad) dan berkreasi (jihad) dalam mengatur sistem ekonominya dengan syarat tidak keluar dari kerangka umumnya. Dengan begitu sistem ekonomi Islam akan senantiasa valid dan cocok untuk setiap perubahan waktu dan perbedaan tempat dan mampu memerankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini. Norma-norma tadi adalah merupakan prinsip-prinsip dasar Bank Syariah,
Dengan mengamati aturan ekonomi yang ada dalam Quran dan Hadits, jelaslah bahwa Islam benar-benar telah mengtur system ekonomi dengan teliti dan jelas melalui nilai-nilainya yang universal, yaitu bahwa setiap transaksi ekonomi (muamalat) harus didasarkan pada asas kejujuran, keadilan, toleransi dan suka sama suka, baik dalam perdagangan, kerjasama (sharing) ataupun semua aspek ekonomi. Indikasinya bisa dilihat dari dibolehkannya sistem barter (materi dan manfaat), baik melalui jual beli, sewa menyewa, penggadaian, kerja sama dan lainnya. Islam juga telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam melakukan transaksi ekonomi (selama tidak melanggar nilai-nilai universal Islam) bahkan menyuruh umatnya untuk terus dinamis dalam menciptakan kemudahan-kemudahan transaksi melalui instrumen-instrumennya agar selalu update dan valid dengan perubahan waktu dan perbedaan tempat. Indikasinya nampak pada tidak ada pengkhususan instrumen tertentu atau pembatasan pada instrumen tertentu. Apa yang telah diterapkan Rasulallah dan para sahabatnya pada jaman itu adalah hanya kecocokan jaman dan pengenalan mereka pada instrumen dan produk tersebut, dimana hanya instrumen/ produk itulah yang dikenal mereka dan dipakai pada saat itu. Artinya tidak ada keharusan bagi generasi-generasi berikutnya untuk melaksanakan instrumen dan produk yang pernah dipakai mereka selama nilai-nilai universalnya tetap dipertahankan. Nilai-nilai tersebut harus tetap dipertahankan dalam setiap waktu dan tempat.
2.3 Peluang Perbankan Syariah
Dari segi ontologi, tujuan pendirian bank-bank Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia adalah mengikuti perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, khususnya memungut riba dalam pinjam-meminjam. Ini berbeda dengan tujuan pendirian bank-bank konvensional, yaitu menyediakan pinjaman dengan menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain, bank konvensional adalah lembaga perantara keuangan. Tujuan lebih lanjut adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis dengan memanfaatkan simpanan masyarakat yang memiliki dana surplus setelah dikurangi konsumsi.
Maka, dari segi aksiologi, bank syariah, yang semula disebut bank Islam, didirikan untuk menerapkan hukum Islam, sedangkan bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara epistemologi, pengelolaan bank konvensional berpedoman pada manajemen perbankan. Akan tetapi, dalam bank syariah, manajemen perbankan harus mengikuti hukum-hukum syariah. Itu sebabnya bank syariah memiliki lembaga pengawasan, disebut Dewan Syariah, dibentuk oleh otoritas keagamaan, Majelis Ulama Indonesia atau di Malaysia, Dewan Ugama
Mengingat motifnya bukan bisnis, pernah ada yang mengatakan, bank syariah akan sulit berkembang, tetapi kenyataan menunjukkan sebaliknya.
Ada beberapa faktor mengapa perbankan syariah berkembang.
1. Produk bank syariah memiliki keunggulan. Hal ini dapat dilihat misalnya penyimpan maupun peminjam terhindar dari risiko fluktuasi suku bunga sehingga memudahkan perencanaan usaha.
2. Produk bank syariah cukup variatif yang tidak bisa dilaksanakan di bank konvensional misalnya sistem gadai atau raihan, mudharabah muqayyadah di mana pemilik dana bisa menunjuk peminjam dan di bidang apa bisa dan tidak bisa diinvestasikan, juga ijarah muntahya bi al tamlik atau sewa dengan hak untuk memiliki barang di akhir sewa atau hak untuk membeli barang yang telah disewa.
Namun, bank syariah juga memiliki hambatan.
1. Tidak mudah bagi bank syariah untuk mengeluarkan produk baru karena pertimbangan subhat atau meragukan hukumnya yang merupakan grey area dalam penilaian Dewan Syariah.
2. Kedua, jika dana berlebih, hukum syariat melarang bank menyimpannya di SBI. Namun, bisa disimpan di giro wadiah BI yang bagi hasilnya lebih kecil daripada suku bunga SBI.
3. Ketiga, bank syariah terkena pajak untuk transaksi murabahah karena dianggap sebagai produk perdagangan dan bukan hanya produk bank.
Agar bisa berkembang, bank syariah harus membuktikan keunggulanya berdasarkan manfaat, baik bagi masyarakat umum maupun dunia bisnis. Kini investor non-Muslim banyak yang tertarik untuk berinvestasi di bank syariah. Demikian pula nasabah rasional sudah melebihi 50 persen dari seluruh nasabah, jadi sudah diterima pasar.
Untuk menghadapi tuntutan tadi, Bank Syariah dituntut untuk berinovasi (ijtihad) dan berusaha (jihad) dalam mengembangkan ekonomi Syariah melalui Bank Syariah. Untuk menciptakan instrumen dan produk baru Bank Syariah dan mengembangkannya diperlukan kiat-kiat tertentu, yaitu:
1. Meyakini bahwa investasi dan mencari keuntungan adalah kewajiban dan bagian dari ibadah sosial.
2. Melakukan penelitian dan kajian tentang bentuk-bentuk investasi yang cocok, unggul dan punya nilai strategis untuk bangsa Indonesia, karena hanya dengan menunggu adanya usulan dan inisiatif dari masyarakat tidak akan bisa memberi kontribusi yang maksimal.
3. Mengembangkan dan menggunakan instrumen dan produk Bank Syariah yang ada secara serius dan komprehensif tanpa memfokuskan pada salah satu instrumen tertentu dan meninggalkan yang lainnya. Hal itu akan memberikan peluang yang lebih banyak bagi para nasabah Bank Syariah dan sebagai bukti kemapanan sebuah konsep.
4. Menciptakan instrumen dan produk baru yang inovatif, punya nilai ekonomi yang tinggi dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan strategi ” tak kenal maka tak sayang” artinya Bank Syariah perlu menciptakan instrumen dan produk yang dibutuhkan masyarakat.
5. Memodifikasi dan memperbaharui instrumen dan produk bank yang lama dengan instrumen dan produk yang sesuai dengan perkembangan waktu, kompetitif dan unggul di pasar investasi global dan local.
2.5 Tantangan Perbankan Syariah
Dalam usia yang masih tergolong muda, instrumen dan produk yang terbatas, sumber daya manusia yang kurang dan asset yang masih kecil adalah tantangan Bank Syariah yang harus dikuasai dan ditaklukan, selama ada kemauan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh insyaAllah Bank Syariah akan survive dan unggul. Tantangan tadi disamping sebagai motivasi, juga kendala dan hambatan yang harus dilewati oleh Bank Syariah.
Adapun problematika yang banyak dihadapi Bank-Bank Syariah antara lain adalah:
1. Terpaku pada pengembangan konsep tanpa memperhatikan dinamika SDMnya, Bank Syariah seolah-olah disibukan oleh jargon “how to Islamize our banking system” dan lupa akan wacana ” how to Islamize the people involved in the banking industry”. Banyak masalah Bank Syariah disebabkan pemahaman dan kesadaran para praktisi Bank Syariah akan prinsip2 ekonomi Islam (Bank Syariah) belum sepenuhnya dimengerti. Sumber Daya Manusia. Sehebat apapun sebuah konsep (termasuk Bank Syariah) apabila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan qualified, maka konsep tersebut akan menjadi tidak berarti karena SDM yang tidak qualified tidak akan mampu menerjemahkan visi dan misi yang terkandung dalam konsep tadi secara benar, apalagi yang berhubungan dengan halal dan haramnya suatu produk. Oleh karena itu perbankan Syariah dituntut untuk meyiapkan SDM yang benar-benar qualified untuk menjalankan operasional Bank Syariah.
Adapun hal-hal yang perlu dimiliki oleh para praktisi Bank Syariah adalah sebagai berikut:
o Menguasai kemampuan double, yaitu operasional bank konvesional dan operasional Bank Syariah (terutama haram dan halalnya suatu produk bank). Yang dalam istilah Quran disebut “al-qawy (mampu)”.
o Mempunyai track record yang baik dan bersih (beriman dan bertakwa). Yang dalam istilah Quran dikenal dengan istilah ” al-amin (jujur)”.
o Menempatkan SDM sesuai dengan job dan kapasitasnya. Yang dalam istilah Hadits dikenal dengan istilah: ” celakalah orang yang tidak tahu kadar kemampuannnya“.
2. Instrumen dan produk Bank Syariah Instrumen dan produk bank yang selama ini digunakan Bank Syariah masih terbatas pada bentuk-bentuk klasik yang dimodifikasi atau menjiplak instrumen dan produk bank konvensional padahal Islam tidak pernah membatasi dan menentukan instrumen dan produk tertentu dalam menjalankan ekonominya (Bank Syariah) bahkan menyuruh umatnya untuk selalu berinovasi dan berkreasi. Dari point inilah sebenarnya Bank-Bank Syariah bisa bergerak dan berkembang. Adapun instrumen dan produk ekonomi yang pernah dilaksanakan Rasulallah dan sahabatnya adalah bentuk-bentuk instrumen yang cocok dan dikenal pada saat itu saja dan bukan sebagai instrumen yang harus diimplementasikan untuk setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu, Bank Syariah dituntut untuk melakukan inovasi dalam menciptakan instrumen dan produk Bank Syariah yang mempunyai nilai strategis dan nilai ekonomi yang tinggi dalam bentuk apapun selama tetap ada dalam kerangka nilai-nilai universal ekonomi Syariat.
3. Membatasi instrumen dan produk bank pada bentuk tertentu sehingga Bank-Bank Syariah kesulitan dalam mengembangkannya, bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. Hal ini menunjukan tidak adanya keberanian dan kemauan yang sungguh-sungguh dari para pelaku Bank Syariah. Dengan memberikan pilihan bentuk investasi kepada para klien adalah jaminan akan kematangan konsep Bank Syariah, dimana setiap klien akan memilih instrumen-instrumen tadi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan peluangnya. Berbeda apabila Bank Syariah hanya menyediakan instrumen investasi dalam bentuk-bentuk tertentu, dimana seorang klien dengan terpaksa hanya mengandalkan instrumen yang tersedia, hal itu bisa berakibat fatal apabila kemampuan klien dan peluangnya tidak bisa dikembangkan pada instrumen yang tersedia pada Bank Syariah. Contohnya: seorang klien mempunyai peluang investasi yang mengandalkan bentuk musyarakah, dan ternyata bentuk investasi yang tersedia di bank hanya dalam bentuk murabahah dan ijarah. Dalam hal ini, memaksakan salah satu dari dua instrumen investasi akan fatal dan berisiko tinggi.
4. Kurang sosialisasi dan komunikasi. Bank Syariah kini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perkembangan perbankan Syariah yang pesat serta pelajaran yang diberikan oleh krisis keuangan yang terjadi 1997, telah memunculkan harapan pada sebagaian masyarakat bahwa pengembangan ekonomi Syariah merupakan suatu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, juga sebagai pelaksanaan kewajiban Syariat Islam.
Di sisi lain, harapan di atas belum diiringi oleh pemahaman masyarakat yang cukup atas ekonomi Syariah itu sendiri. Kondisi ini akan mempengaruhi eksistensi dan pertumbuhan perbankan Syariah. Oleh karenanya, tindakan antisipatif tentu perlu dilakukan, yaitu sosialisasi dan komunikasi mengenai ekonomi Islam, yang dalam hal ini diwakili lembaga perbankan Syariah perlu untuk lebih ditingkatkan agar lebih berkembang. Memang kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi Syariah dirasakan masih kurang yang bermuara pada kurang efektifnya kegiatan tersebut. Hal itu disebabkan belum adanya kebersamaan dalam kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi Syariah.
Untuk menjawab hal tersebut perlu dibentuk lembaga Komunikasi Ekonomi Syariah yang alhamdulillah lembaga tersebut sudah terbentuk yaitu Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) yang dibentuk oleh 30 lembaga keuangan Syariah. Memang peran PKES masih kurang dan dituntut untuk lebih serius dalam menjalankan komunikasi dan sosialisasi tentang ekonomi Syariah.
2.6 Langkah-Langkah Membangun Bank Syariah yang Mandiri dan Unggul, dan Peluangnya
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam rangka membangun Bank Syariah yang berdasarkan ajaran Islam, yaitu:
1. Meningkatkan sosialisasi mengenai Bank Syariah dan komunikasi antar Bank Syariah dan lembaga-lembaga keuangan Islam. Bahwa ekonomi Islam (Bank Syariah) bukanlah semata-mata menyangkut aspek ibadah ritual saja, tetapi juga menyentuh dimensi-dimensi yang bersifat muamalah (sosial kemasyarakatan). Ekonomi Islam (Bank Syariah)pun bukan semata-mata bersifat eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi juga bermanfaat bagi kalangan umat beragama lainnya. Sebagai contoh, 60 % nasabah Bank Islam di Singapura adalah umat non muslim. Kalangan perbankan di Eropa pun sudah melirik potensi perbankan Syariah. BNP Paribas SA, bank terbesar di Perancis telah membuka layanan Syariahnya, yang diikuti oleh UBS group, sebuah kelompok perbankan terbesar di Eropa yang berbasis di Swiss, telah mendirikan anak perusahaan yang diberi nama Noriba Bank yang juga beroperasi penuh dengan sistem Syariah. Demikian halnya dengan HSBC dan Chase Manhattan Bank yang juga membuka window Syariah. Bahkan kini di Inggris, tengah dikembangkan konsep pembiayaan real estate dengan skema Syariah. Ini semua membuktikan bahwa konsep ekonomi Islam berlaku secara universal.
2. Mengembangkan dan menyempurnakan institusi-institusi keuangan Syariah (Bank Syariah) yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas institusi ekonomi Islam (Bank Syariah) yang ada, baik itu perbankan Syariah, asuransi Syariah, lembaga zakat, maupun yang lainnya. Disini, dituntut optimalisasi peran Dewan Syariah Nasional MUI sebagai institusi yang memberikan keputusan/ fatwa apakah transaksi-transaksi ekonomi yang dilakukan oleh Bank Syariah telah sesuai dengan Syariah atau belum? Begitu pula dengan masyarakat luas, dimana dituntut pula untuk secara aktif mengawasi, mengontrol, dan memberikan masukan yang bersifat konstruktif bagi perbaikan dan penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga ekonomi Syariah.
3. Berusaha memperbaiki dan mengoreksi berbagai regulasi yang ada secara berkesinambungan. Perangkat perundang-undangan dan peraturan lainnya perlu terus diperbaiki dan disempurnakan. Kita bersyukur telah memiliki beberapa perangkat perundang-undangan yang menjadi landasan pengembangan ekonomi Syariah, seperti UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang membolehkan shariah windows, maupun UU No. 17 tahun 2000, dimana zakat merupakan pengurang pajak. Namun ini belumlah cukup, apalagi mengingat Peraturan Pemerintah yang menjabarkan undang-undang tersebut belumlah ada, sehingga peraturan seperti zakat adalah sebagai pengurang pajak masih belum terealisasikan pada tataran operasional.
Hal itu bisa dilakukan dengan melobi pemerintah agar memberikan peran yang sigifikan bagi Bank Syariah untuk mengoperasikan sistemnya, baik itu dengan membentuk deputi khusus untuk Bank Syariah di BI dan membuat undang-undang khusus yang mendukung pertumbuhan Bank Syariah (seperti tidak adanya pembatasan operasional, penghapusan pajak ganda untuk PPN dan lainnya)
a. Melakukan kerja sama dengan Bank-Bank Syariah lainnya dan lembaga keuangan Islam, dalam dan luar negeri untuk melakukan koordinasi dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi Syariah.
b. Meningkatkan pelayanan produk-produk Bank Syariah yang selama ini dianggap lamban dan kaku.
c. Meningkatkan kualitas SDM yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi Syariah yang memadai.
BAB III
KESIMPULAN
Bank Syariah adalah lembaga finansial yang memiliki misi (risalah) dan methodology yang ekslusif, misi yang bukan sekedar ada pada jumlah nominal investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan tujuannya itu sendiri. Adapun methodologynya adalah kerangka Syariat dan kaidah-kaidahnya yang bersumber dari ethika dan nilai-nilai Syariat Islam yang komprehensif dan universal. Perbankan syariah yang saat ini sudah perdampingan dengan dengan perbankan system konvensional diharapakan dapat berkembang. Dengan hadirnya perbankan syariah ini diharapakan masyarakat dapat menggunakan jasa perbankan yang salama ini sebagian masyarat belum tersentuh oleh system perbankan konvensional. Peluang perbankan syariah ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin
Mengembangkan peluang serta institusi-institusi keuangan Syariah yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas institusi ekonomi Islam (Bank Syariah) yang ada, baik itu perbankan Syariah, asuransi Syariah, lembaga zakat, maupun yang lainnya. Dalam hal ini, dituntut optimalisasi peran Dewan Syariah Nasional MUI sebagai institusi yang memberikan keputusan/ fatwa apakah transaksi-transaksi ekonomi yang dilakukan oleh Bank Syariah. Dengan adanya promosi, sosialisaasi kepada masyarakat serta kerja keras dalam semua pihak maka diharapkan perekembangan perbankan syariah kedepan akan lebih berkembang lagi. Oleh kerana itu tantangan yang di hadapi perbankan syariah saat ini haruslah dijadikan sebagai peluang untuk lebih berkembang lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii 2001. Bank Syariah, Teori Ke praktek. Jakarta: Gema Insani. Press
Muhammad, 2004. Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman. Yogyakarta : Ekonisa.
Kasmir, 2001 Manajemen Perbankan , PT. Granfindo Persada, Jakarta
http://infoukm.wordpress.com diakses 02 April 2011
http://www.bi.go.id/ 02 April 2011
http://www.inilah.com/news/read/ekonomi diakses 03 April 2011